Home

Selasa, 27 Agustus 2024

TUAN SYEHIK SILAU

 


TUAN Syeikh Silau dalah seorang ulama besar yang tidak hanya menguasai ilmu agama tetapi juga jago dalam hal beladiri. Bahkan berkat kepiawaiannya dalam silat dia dinobatkan sebagaiK epala Hulubalang di Kesultanan Kedah (Thailand).

Berdasar kan catatan sejarah, Syeikh Silau dilahirkan di daerah pada tahun 1858 Masehiatau 1275 Hijriyah.

Ayahnya bernama Nakhoda Alang bin Nakhoda Ismail, keturunan dari TukAngku Mudik Tampang keturunan dari TukAngku Batuah yang berasaldari daerah Rao (perbatasan Mandailing Natal dengan Sumatera Barat). Gelar ‘nakhoda’ di awal nama ayah nya itu profesinya sebagai Nakhoda di sebuah kapal tongkang miliknya sendiri. Kapal itu di gunakan nya untuk membawa barang-barang dagangan antar pulaubahkan Malaya (Malaysia). Ibunya bernama Naeratberasal dari Kampung Rantau Panjang (Kecamatan Pantai Labu Deli Serdang, Sumatera Utara). Beliau adalah anak ketiga dari empat bersaudara, yaitu Abas, Siti Jenab, Abdurrahan, Abdurrahim.

Sejak kecilnya, Abdurrahman dikenal memiliki sifat pemberani, ber kemauan keras, pendiam, cerdas dan tekun belajar. Ketika berumur 6 tahun, orang tuanya memasukkan belajar mengaji pada salah seorang guru di Kampung Lalang Batubara. Saat itu pribadi nya mulai nampak sebagai ciri-ciri anak yang saleh. Sebabselain belajar agama dan mengaji, ia sering pula berkhalwat (mengasingkan diri untuk berzikir mengingat Allah TuhanMahaPencipta).

Ia suka berkhalwat sejak usia 15 tahun. Setelah menginjak dewasa sekitar 17 tahun, Abdurrahman inginmemper dalam ilmu Islam. Dengan memohon izin kepada kedua orang tuanya, ia pun pergi merantauke daerahasal para pendahulunya di Minangkabau tepatnya di Bukit tinggi. Di sana, ia berguru kepada seorang ulama yang  cukup dikenal ketika itu, ber namaSyekhJambek. 

Di samping ia mempelajari ilmu-ilmu syari'at dan ilmu fiqih, Abdurrahman lebih menekuni ilmu hakikat yaitu tauhid dan tasawuf. Takhanya ilmu syariat, Tuan Syekh Silau Laut saat remaja nya juga meminati ilmube ladiri (silat). Untuk mempelajari ilmu bela diriini iabelajar kepada salah seorang ahli beladiri yang cukup dikenal di tanah Minangkabau bernamaTukAngku Di Lintau. Dalam usaha nya untuk membekali diri nya dengan ilmu bermanfaat, Syekh SilauLaut juga belajarke Aceh, 

namun belum diketahui daerah dan gurunya tempat ia belajar. Saat usia remaja itu, Syekh Silau Laut merasa masih kurangpuas dengan ilmu yang dimilikinya. Tidak lama setelah ia pulang dari Minangkabau dan Aceh, salah seorang Pakciknya bergelar Panglima Putih membawa nyam erantauke negeri Fathani (Thailand). Atas restuked ua orang tuanya, ia pun berangkat untuk menambah ilmu Agama Islam. Di dalam pelayaran nya, Abdurrahman muda (SyekhSilauLaut) menunjukkan kemahiranny dalam ilmu silat kepada para penumpang kapal.

Dia tidak mengetahui kalau di antara mereka ada rombongan Sultan Kedah yang akan pulang kenegeri nya. Di Negeri Fathani, Abdurrahman mudabelajar kepada salah seorang ulama yang cukupdikenal. Ulama inibernamaSyekh Wan Mustafa dan anaknya ber nama Syekh Daud Fathani. Selama berada di sana, Abdurrahman lebihbanyakbelajarilmu tauhid, ilmutasawuf dan ilmu hikmah/ketabiban. Di sampingbelajar, ia ditugas kan gurunya pula untuk mengajar. Ketika berada di Fathani, ia di datangi utusan dari Kedah dengan maksud mengundang nya datang ke negeri Kedah. Alasannya, Sultan Kedah ingin melihat kemahiran nya dalam ilmusilat di hadapan Hulu balang, prajurit dan rakyat negeri Kedah. Abdurrahman muda pun memenuhi undangan itu dengan terlebih dahulu memohon restu dari gurunya. Sesampainya di negeri Kedah, sesudah beberapa hari lamanyadi adakanlah acara perIngtan di nguntuk memilih kepalahul ubalang kesultanan Kedah. Abdurrahman yang sengaja di undang untuk perangtan di ngtersebut, berhadapan dengan Panglima Elang Panas yang berasal dari Siam. Dengan kuasa dan izin Allah, Abdurrahman mudamenang dalam perangt nding tersebut. Lalu, Sultan Kedah pun menawarkan nya untuk menjadi Kepala Hulubalang Kesultanan Kedah. Abdurrahman menerima tawaran itu, kemudiania di nobatkan dan menjabat selama 7 tahun berturut-turut. Menurutriwayat, beliaumenerima gaji 60 Ringgit setiap bulan nya.Dalam perantauannya di Fathani dan Kedah, Beliausempat pula belajar di Kelantan. Abdurrahman menyadaribahwa cita-citanya semula adalah untuk menjadi seorang ulama yang akanmengembangkan agama Islam dan mengabdi kan ilmunya di tengah-tengah masyarakat negrinya
 


sejarah singkat pelintau tamiang

 


Nama PELINTAU TAMIANG di ambil dari bahasa Tamiang asli yaitu; PELIN berarti semua, sedangkan TAU berarti tau atau mengerti. Jadi, PELINTAU memiliki makna atau arti SEMUA TAU, baik fisik maupun spiritual. Pencaksilat seni Pelintau Tamiang di kukuhkan pada 3 September 1953 yang di Pimpin oleh seorang guru yang bernama OK SAID bin UNUS.

 

Dalam gejolak pemerintahan kerajaan Tamiang yang sangat mempratinkan dimana terlalu banyak serangan musuh dari luar dan dalam daerah timbul lah rasa keperihatinan seorang pemuda asli Tamiang yang bernama OK SAID bin UNUS yang lahir pada tahun 1912 untuk mempertahankan Tamiang dari gangguan dalam maupun luar Tamiang.

 

Pada saat OK SAID bin UNUS berumur 15 tahun beliau meninggalkan kampung halamanya untuk mencari ilmu kesaktian. Beliau melakukan pertapaan di gunung Titi tali akar di daerah Hulu Tamiang, kemudian beliau melanjutkan perjalanan nya ke Samosir. Di dalam perjalanan nya beliau terus menuntut Ilmu dari beberapa orang guru, dari situlah beliau mempelajari ilmu Pencaksilat dari satu guru ke guru yang lain  hingga ia sampai ke Samosir. Sesampai beliau ke Samosir beliau melakukan pertapaan kembali di makam Nun begu.

 

Setelah itu beliau melanjutkan perjalanan nya hingga sampai ke Kisaran, di sana beliau berguru kembali keada Tuan Syeh Silo, setelah selesai berguru dengan Tuan Syeh Silo beliau kembali lagi ke kampung halaman nya yaitu pulang lagi ke Tamiang.Sesampainya beliau di Tamiang beliau berguru kembali kepada Tengku Lotan, setelah berguru dari Tengku Lotan beliau mulai menggembangkan ilmu nya dengan membuka gelanggang Pencak silat di beberapa daerah di wilayah Tamiang,  dengan berkat kegigihan nya beliau mengajarkan ilmu bela diri pencak silat, beliau banyak melahirkan murid-murid yang tangguh yaitu di antaranya :

1.     Alm Muhammad Nyak timbang

2.     Alm  Abdul Hamid

3.     Alm Abdul Rahman

4.     Alm Abdul Halim

5.     Alm Abdul Siddik

6.     Alm Yahya

7.     Alm Lebay Yusuf

8.     Alm Hasyim

9.     Alm Muda Kaum

Pada saat itu Pencak Silat Pelintau Tamiang pernah mengadakan pertunjukan Pencaksilat di depan presiden R.I yang pertama Bapak SUKARNOE di Kutaraja Banda Aceh.

Setelah beliau wafat pada tahun 1970 maka Pencak silat Pelintau Tamiang di ambil alih oleh seorang murid beliau yang bernama MUHAMMAD  NYAK TIMBANG, dialah yang meneruskan perguruan Pencak silat Pelintau Tamiang.

Pada masa kepemimpinan Nyak Timbang perguruan pencak silat pelintau Tamiang ini pernah mengikuti:

1.    Festival Pencak silat di Malaysia pada tahun 1976.

2.    Festival Pencak silat di Danau Singkarak (Sumatra Barat) pada Tahun 1988.

3.    Festival Pencak Silat di Mesjid Istiqlal (Jakarta) pada Tahun 1991.

Kemudian setelah Nyak Timbang wafat pada tahun 1996 , maka kepemimpinan  Perguruan Pencak Silat Pelintau Tamiang di pimpin oleh Pak  NOKMAN hingga saat sekarang ini.

Semasa kepemimpinan Pak Nukman bin Karim, Pencaksilat Pelintau Tamiang pernah menyambut pejabat negara , dan sering membawa anggota nya keluar daerah dan keluar provinsi Aceh untuk ;

1.    Menyambut Mentri dalam negeri

2.    Menyambut Mentri Sosial

3.    Menyambut Mentri Olah Raga

4.    Menyambut Mentri Pendidikan

5.    Menyambut Mentri Kesehatan

6.    Menyambut KASAT

7.    Menyambut pengantin (acara resepsi penikahan)

 Silat Pelintau juga selalu keluar daerah yaitu ;

Ø Banda Aceh

Ø Sabang

Ø Lhokseumawe

Ø Padang

Ø Medan

Ø Siak Pekan Baru

Ø Palembang

Ø Taman Ismail Marjuki (Jakarta )

Ø Mesjid istiqlal ( Jakarta )

Ø Keraton ( Djokjakarta )

Ø T.M.I Anjungan Rumah Adat  Aceh (Jakarta )

Ø Depok ( Jakarta )

Ø Cilegon ( Banten )

         Perguruan seni silat Pelintau Tamiang menguasai beberapa permainan, yaitu mulai dengan tanggan kosong, bermain tongkat atau toya hingga mengunakan senjata tajam.

 

         Adapun permainan Pencaksilat Pelintau Tamiang sampai saat sekarang ini adalah :

·      Pembukaan Song-song

·      Pembukaan Bulat

·      Bermain Rencah Tebang batang pisang

·      Bermain jurus Tunggal

·      Bermain Tangan kosong

·      Bermain pisau satu

·      Bermain pisau dua

·      Bermain toya atau Tongkat

·      Bermain pedang Laga

·      Bermain 1 lawan 3 atau 1 lawan 4

          Dan Pencaksilat Pelintau Tamiang juga dapat mempersembah kan sebuah tarian yaitu tari piring yang biasa nya di lakukan oleh pemain putri yang berjumlah 4 sampai 8 orang untuk di tarikan pada saat malam berinai dengan properti cicin yang terbuat dari timah serta 2 buah piring kecil per orang.

 

Adapun di setiap penampilan nya Pencaksilat Pelintau Tamiang mengunakan seragam yang terdiri dari :

Ø Memakai baju dan celana berwarna  hitam untuk Putra maupun  Putri

Ø Memakai tengkuluk berwarna biru ke hijau-hijauan bagi pemain silat Putra, serta memakai jilbab berwarna biru bagi pemain Putri

Ø Memakai selempang berwarna merah bagi pemain Putra maupun Putri

Ø Serta memakai samping  kuning  Putra maupun Putri.

Sedangkan untuk alat musik pengiring silat terdiri dari ;

·      Gendang

·      Biola

·      Gong


Rabu, 10 Juli 2024

Ayat Manzil

 

Manzil ini mengandungi beberapa ayat al-Quran yang telah diajar oleh Rasulullah SAW kepada para sahaba r. anhum sebagai penawar dan ubat (syifa) daripada beberapa jenis penyakit rohani dan jasmani serta sebagai pelindung daripada sihir.

Fadhilat mengamalkan ayat manzil adalah banyak. 

Melalui pengalaman kebanyakkan orang, manzil ini sangat mujarab untuk menyembuhkan penyakit sihir, jin dan lain-lain.

Cara mengubati pesakit ini adalah sama ada pesakit itu sendiri membaca ayat-ayat tersebut ataupun orang lain membacakannya dan dihembus ke dalam air untuk diminum pesakit.

Bacaan Ayat Manzil

1.      Membaca al-Fatihah

2.      Surah al-Baqarah ayat 1 — 5

3.      Surah al-Baqarah ayat 163

4.      Surah al-Baqarah ayat 255 (Ayatul Kursi)

5.      Surah al-Baqarah ayat 256

6.      Surah al-Baqarah ayat 257

7.      Surah al-Baqarah ayat 284

8.      Surah al-Baqarah ayat 285

9.      Surah al-Baqarah ayat 286

10.  Surah al-Imraan ayat 18

11.  Surah al-Imraan ayat 26

12.  Surah al-Imraan ayat 27

13.  Surah al-A’raf ayat 54 — 56

14.  Surah al-Isra’ ayat 110 — 111

15.  Surah al-Mukminun ayat 115 — 118

16.  Surah al-Shaffat ayat 1 — 11

17.  Surah ar-Rahman ayat 33 — 40

18.  Surah al-Hasyr 21 — 24

19.  Surah Jinn 1 — 4

20.  Surah al-Kafirun

21.  Surah al-Ikhlas

22.  Surah al-Falaq

23.  Surah an-Nas

Ayat 4 selempang merah ( ilmu perang )

 


1. Doa/istigfar nabi Yunos a.s dalam perut ikan Nun ” Lailaha ila anta subhanaka….- 33x

2. Amalan saidina Ali r.a ” Wallahu gholibun ‘ala amri” -33x

3. Amalan Asif Barkhiya ” Ya hayyun Ya Qoyyum……-33x

4. Amalan Imam Ghazali ” Ya zaljalali wal ikram” – 100x

tujuan amalan nih ialah utk menaikan semangat dan mendekatkan diri kepada Allah.

Selain tu utk minta diselamatkan dlm peperangan.

Kelebihan ayat 4 nih bila musuh serang pakai senjata jadi tak kena. Terpesong ke samping.
Kuat semangat, tahan lapar dan x mudah letih

Abi Nyak Jali jadi Buronan Marsose Belanda

Oleh:  T.A. Sakti



SETELAH   dilantik menjadi Sultan Aceh di Masjid  Besar (sekarang: Masjid Tuha) Indrapuri tahun 1878, Sultan Muhammad Daud Syah terus bergerilya bertahun-tahun dalam kawasan Aceh Besar.  Kemudian beliau pindah ke negeri Pidie dan membuat  Istana (Dalam)  permanen di Keumala Dalam, Pidie.  Selama dua puluh tahun sultan  ini  memerintah  di Keumala Dalam.

Disebut Keumala Dalam, karena di sana pernah dibangun  DALAM (Istana Kerajaan Aceh Darussalam, BUKAN Keumala di pedalaman!).


Berbagai jenis bantuan dikoordinir serta dikirim dari Keumala Dalam ke front pertempuran di Aceh Besar. Siang-malam terdengar derap langkah kuda di sepanjang Gle Meulinteung ( bukit barisan)  mengangkut perlengkapan perang dan logistik/bahan makanan.


 Perang terhadap Belanda saat itu dipimpin Teungku (Tgk)  Chiek Di Tiro yang bertahan di Kuta Aneuk Galong (Benteng Aneuk Galong) sampai beliau meninggal karena diracuni seorang perempuan intel  Belanda. Setelah  Belanda yang berposko di Lam Baro, Aceh Besar  menyerbu Kuta Aneuk Galong  pada jam 03.00 dinihari  tahun 1896, maka   syahid   pula Tgk  Chiek Muhammad Amin putra Tgk Chiek Di Tiro. 


Sejak syahidnya Tgk Chiek Di Tiro dan putra beliau,  kondisi perang sudah menjurus ke perang gerilya.  Belanda terpaksa menaklukkan perlawanan rakyat Aceh dari satu kampung ke kampung lainnya di seluruh Aceh.


  Panglima Kuta Sukon

 Ketika tersebar berita bahwa serdadu Belanda  sudah   melintasi gunung Seulawah menuju  Pidie, banyak penduduk –terutama kaum perempuan dan anak- anak mengungsi ke Gle Meulinteung (bukit  barisan) arah ke Tangse. Keluarga nenek saya juga bergegas ke sana disertai dua anak kecil.  Ayah dari kedua anak perempuan itu  adalah Panglima Kuta Sukon dekat kota Sigli, bernama Tgk Ahmad Titeue.


Sampai hari ini masih diceritakan kisah pengungsian warga gampong Bucue ke Gle Meulinteung.  Mereka menginap di kaki gunung dengan menyandarkan kayu dan daun-daunan ke atas bukit. Di bawah gubuk itulah mereka tinggal siang dan malam. Seorang anak perempuan yang sulung  selalu menangis minta pulang ke rumah.  “Hana kutakot kaphe paleh” ( saya tak takut kafir Belanda celaka), selalu diulang-ulangnya sambil menangis. Kedua anak perempuan itu bernama Nyak Ubit dan Hamidah. Setelah sekian lama di pengungsian, mereka pun kembali ke kampung halaman.


Waktu terus berlalu dan perang melawan Belanda pun terus berlanjut di Pidie. Sementara itu isteri Panglima Kuta Sukon, Tgk Ahmad Titeue  melahirkan seorang anak laki-laki yang diberi nama Affan.

Ketika Affan masih dalam gendongan ibu (Aceh: mantong lam tingkue) karena belum bisa “tateh” berjalan, Tgk Ahmad Titeue   ditangkap Belanda dan dibuang ke Beutawi ( sekarang: Jakarta) dan tak pernah kembali.


Saat itu benteng/ Kuta Sukon  telah ditawan Marsose Belanda (pasukan khusus Belanda). Para pejuang  Aceh yang selamat melanjutkan perang gerilya. Di suatu sore yang naas Tgk Ahmad Titeue  dikepung  pasukan   Belanda. Beliau keluar dari gampong Bucue, lewat persawahan menuju gampong Beutong Peureulak.


 Rupanya di kampung yang dituju sudah siap menunggu sepasukan Marsose dengan kelewang terhunus. Akhirnya, Tgk Ahmad Titeue ditawan Belanda selang beberapa petak sawah dari gampong Beutong Peureulak. Sewaktu saya kecil, ada sebatang pohon kapuk (Aceh: bak panjoe) yang tumbuh lama di titik penangkapan  sang panglima itu. Setelah lewat lima tahun dari inteniran/pembuangan itu, kakek  (Abusyik) saya pun melamar “janda” Tgk. Ahmad Titeue,  yang bernama Tgk Nyak Gade.


Dampak Perang di Bucue

Kondisi  amat mencekam melanda seluruh negeri Pidie pada  saat  masuknya  pasukan Belanda. 

Kehidupan di kampung  pun jauh dari rasa aman. Tidak semua tanah persawahan dibajak orang lagi, sebab tidak semua orang lelaki mau mengambil  “surat tanda menyerah” kepada Belanda.  Sawah-sawah yang dianggap kurang banyak hasil dan letaknya dikelilingi hutan ditinggalkan warga Bucue tanpa merasa rugi. 


 Begitulah yang terjadi pada persawahan di blang Klok Kulu di gampong Bucue. Menurut cerita, sempat  banyak tumbuh bak barat daya (pohon barat daya) sebesar uram pha (paha orang dewasa)  dan diselimuti bermacam tanaman semak dan urot  yang merambat ke seluruh area.


Dalam masa perang melawan Belanda, terutama masa perang gerilya, rumah-rumah di Aceh termasuk di gampong Bucue tidak terpasang dinding lagi. Semuanya telah dicopot atau ditarik dengan galah oleh pasukan Marsose Belanda.  Rumah yang mempunyai dinding, ditakuti  menjadi  pos  berkumpul  Ureueng Muslimin Aceh. Setiap kali patroli pasukan Belanda ke kampung-kampung, pasti dinding rumah dulu yang jadi sasaran mereka.



Rumah yang ditempati Tgk. Ibrahim ( orang  yang lolos dari sergapan Belanda di benteng rumpun bambu, Lampoh rot Timu),  juga tak  punya  dinding, hanya polos terbuka. Ketika Tgk Ibrahim menjadi Lintobaro (pengantin baru) di rumah itu, mertuanya hanya memasang dinding kamar pengantin dengan sangkutan jaitan daun rumbia yang sering dipakai warga buat atap rumah.


Dalam kamar  rajutan daun rumbia  itulah beliau tingggal di saat-saat aman dari kejaran Belanda, sampai ia mempunyai seorang anak lelaki yang bernama Abdul Jalil. Sebab itulah, ia sering digelari Abi Nyak Jali, artinya ayah dari seorang anak yang berinisial Jali. Tgk Ibrahim tak sempat hidup lama bersama anak laki-laki semata wayang itu. 


 Sejak terhindar dari dibakar hidup-hidup oleh Marsose Belanda di persembunyian rumpun bambu,  beliau terus menjadi buronan pasukan Belanda  sepanjang waktu. Ia selalu berpindah-pindah tempat , mencari lokasi yang aman. Pada suatu hari pasukan Belanda mengepung tempat “tinggalnya” di lampoh Kuta Trieng (kebun benteng bambu). Ia bersama sejumlah gerilyawan dan seorang adiknya bernama Tgk. Hasan.


Dalam kondisi saling tembak menembak itu, beberapa teman Tgk Ibrahim sudah jadi korban syahid alias meninggal. Abi Nyak Jali yang terpisah jauh dari teman-temannya, mengira adiknya Tgk Hasan juga sudah tertembak.


Menyikapi hal yang sebenarnya keliru itu,  Abi Nyak Jali langsung menggasak ke arah pasukan Belanda tanpa mengira keselamatan dirinya. Akhirnya, ia rebah tertembak,  sementara adiknya Tgk Hasan ditawan Belanda, lalu dibuang ke Beutawi/Jakarta. 


Ketika masa hukumannya sudah habis, ia  balik  ke gampong Bucue dengan membawa pulang oleh-oleh  berupa biji  pohon  Asan teungeut (Angsana tidur). Pohon  Asan teungeut (tiap sore daunnya lunglai)  tumbuh besar dan tinggi puluhan tahun lamanya,  hingga tumbang sekitar tahun 1990-an.


Sebelum tumbang, jasa naungan daunnya jadi tempat istirahat orang-orang  pulang dari sawah, tempat mengirik padi yang sudah dipanen (ceumeulho) dan tempat berteduh anak-anak yang menunggui  jemuran padi(keumiet pade).  Setelah tumbang serta kering, batangnya dikampak   kaum ibu untuk dijadikan kayu api buat memasak.  Bertahun pula kaum ibu Bucue  membelahnya dengan kampak (Aceh: galang), sebagai rahmat Allah dari pejuang Aceh. Menurut informasi terakhir, mertua saya Tgk Nyak Hajjah Rohani yang paling banyak menggalangnya.



*Penulis, peminat sejarah dan  kitab jameun (manuskrip  Aceh), melaporkan dari Gampong Bucue, Kecamatan Sakti, Pidie.



*Tambeh: Artikel ini pernah dimuat dalam rubrik  “Jurnalisme Warga” Harian Serambi Indonesia; menjelang tanggal 17 Agustus 2023 tahun lalu).

banjer