Home

Rabu, 04 September 2024

TEMPO DULU DI ACEH TAMIANG

ACEH TAMIANG TEMPO DOELOE

PETA ATJEH TEMPO DOELOE 

 


Industri Perminyakan di Rantau - Aceh Tamiang masa Kolonial

 

Jembatan lama Kota Kualasimpang ; sekarang sudah berganti 

 

8 feb 1920 pejabat eropa di sungai tamiang

Desa Perdamaian Kualasimpang - Aceh tamiang ; dulu komplek Perkebunan



Eks Kantor Wedana Masa Kolonial hingga tahun 1970-an ; 

sekarang PENDOPO BUPATI ACEH TAMIANG

 

1923 Houtvester C.H. Japing met bosarchitect Warouw in een vloedbos bij de Sungai Iyu

 

Bangunan di samping Istana Karang Aceh Tamiang ;

Sekarang Kantor PDAM 

 

Istana Karang Tamiang 

 

SINOPSIS PELINTAU 2024

 


PELINTAU TAMIANG

Pencak Silat Pelintu Tamiang merupakan sebuah pertunjukan seni bela diri yang lahir dari keharmonisan antara manusia dan alam, terinspirasi dari gerakan gerakan hewan liar di hutan, aliran sunggai, dan desiran angin,

Pencak silat Pelintu Tamiang menampilkan kekayaan seni beladiri yang sudah diwariskan turun-temurun, memadukan unsur seni, beladiri, adat dan budaya.

Pertunjukan dimulai dengan salam penghormatan,  pembukaan, yang di sebut dengan gerak titi batang, menonjol kan Gerakan yang harmonis dan penuh kewaspadaan.

Setiap gerakan diperagakan dengan presisi tinggi, memperlihatkan keahlian para pesilat dalam menggabungkan kekuatan dan ketangkasan.

Dalam setiap gerakan, ada jiwa yang hidup, ada doa yang terucap. Silat ini lahir dari tanah yang kita pijak, dari semangat yang membara di hati, dari cinta akan kedamaian dan keadilan.

Silat ini menonjolkan keindahan dan ketanggasan dengan menggunakan tangan kosong, pisau, toya, dan pedang.

Pencak silat pelintau telah banyak menikuti even pertujukan dalam maupun luar daerah.

Pelintau tamiang Di kukuhkan pada tahun 1953 dan telah terdaftar menjadi warisan nudaya tak benda Indonesia ( WBTB ) pada tahun 2019.

“ Pelintau tamiang di guying buleh di cabuk te’ek “


TEARET PERJUANGAN PELINTAU TAMIANG DI MASA PENJAJAHAN

 


Silat Pelintau dalam perjuangan

CHAPTER 1

Di sebuah lembah sunyi yang tersembunyi di antara perbukitan hijau Aceh Tamiang, hiduplah seorang petapa bijaksana bernama Maha Guru OK Said bin Unus. Maha guru dikenal karena kebijaksanaan dan keterampilannya dalam ilmu bela diri, merasa terpanggil untuk melindungi tanah kelahirannya. Suatu malam, dalam meditasinya yang khusyuk di gua suci, Maha guru mendapat petunjuk gaib. Ia melihat bayangan burung pelintau—seekor burung yang lincah dan tangkas—mewarnai langit malam dengan tarian yang indah namun mematikan. Gerakan burung itu seakan berbicara dalam bahasa tubuh yang dipenuhi kekuatan, kelincahan, dan strategi. Maha guru menyadari bahwa inilah tanda dari Yang Maha Kuasa untuk menciptakan sebuah ilmu bela diri yang akan mengakar kuat di tanah Aceh Tamiang.


CHAPTER 2

Di tanah yang kaya akan tradisi dan budaya, tersembunyi di balik hutan lebat dan aliran sungai yang jernih, dihuni oleh orang-orang yang hidup selaras dengan alam, menghormati leluhur, dan menjunjung tinggi warisan mereka. Di sinilah, dalam keheningan malam yang syahdu, terdengar suara alunan seruling yang mengiringi latihan para pendekar muda.

Malam itu, bulan purnama menggantung tinggi di langit, menerangi tanah dengan sinar perak. Di tengah lapangan desa, seorang pria tua dengan rambut beruban duduk bersila di atas tanah. Dialah Guru Tua, seorang pendekar yang dihormati, penjaga ilmu bela diri kuno yang disebut Silat Pelintau. Di hadapannya, murid-muridnya berdiri dengan penuh perhatian, menyimak setiap gerakan dan nasihat yang keluar dari mulut sang guru.




MAHA GURU



"Anak-anakku,"

, "Silat Pelintau bukanlah sekadar ilmu untuk berkelahi. Ini adalah seni, warisan leluhur kita, jembatan yang menghubungkan kita dengan masa lalu dan masa depan. Dalam setiap gerakan, ada jiwa yang hidup, ada doa yang terucap. Silat ini lahir dari tanah yang kita pijak, dari semangat yang membara di hati kita, dari cinta akan kedamaian dan keadilan."


”bela diri ini muncul dari keharmonisan antara manusia dan alam. Terinspirasi oleh gerakan hewan-hewan liar di hutan, aliran sungai, dan desiran angin, para leluhur menciptakan gerakan silat yang indah namun mematikan. Menggabungkan kekuatan, kelincahan, dan ketenangan untuk melindungi desa dari ancaman luar dari penjajah, menjaga kehormatan dan kedaulatan kampung halaman kita”

"Dan kalian, anak-anakku,"

"kalian adalah penerus dari ilmu ini. Jagalah ia, pelajarilah dengan hati yang tulus, dan gunakanlah untuk kebaikan. Silat Pelintau bukan untuk menyerang, tetapi untuk bertahan dan melindungi yang lemah. Ingatlah, kekuatan sejati bukan terletak pada kemampuan untuk menyakiti, tetapi pada kemampuan untuk melindungi dan mencintai."
 

(Prolog)

Dengan semangat yang menyala dalam diri mereka, murid-murid pun mulai berlatih, mengikuti setiap gerakan dengan ketelitian dan kehati-hatian. Di bawah cahaya bulan, bayangan mereka bergerak seperti bayangan pepohonan yang menari dihembus angin malam, menciptakan sebuah pemandangan yang memukau dan penuh makna.


Murid 1

Maha guru yang kami muliakan, ijinkan hamba bertanya, kenapa lah kita masih bersembunyi berlatih silat ini, kapan kami mulai beranjak berjuang seperti syuhada lainnya yang sedang berjuang melawan penjajah. 
 

Maha guru

Sabarlah anak ku,waktu itu tidak lama lagi, tentulah kita akan menunjukan diri kita dan menjadi barisan terdepan, kita berlatih di balik rindang hutan tamiang ini karena agar hamba pula bisa memberikan semua ilmu silat ini kepada kalian, penjajah tidak tinggal diam, sampai hari ini mereka masih mecari keberadaan kita, hendaklah hamba kyusuk melatih Ananda semua, agar semua kalian siap saat waktu yang tepat. 



CHAPTER 3

Belanda

“ Datok, aku bertanyak kepadamu, jawablah jujur sebelum marsose ku membunuh semua rakyat mu, dimana keberadaan OK said bin yunus dan pasukannya berada?


Datok

           Aku tahu mereka dimana, aku akan memberi tahu jumlah mereka dan kekuatan mereka,

Belanda

Nah ini yang aku suka ,,, katakan dimana

Datok

(gestur mendekati belanda dan langsung meludah wajah belanda)

Lebih baik mati dari pada hidup dengan penjajah

Para marsose pun memukuli datok yang meludah

Belanda

Berhenti, kalian orang tamiang memang keras kepala

(menodongkan senjata di kepala datok)

Datok

Tembak lah aku sekarang, tak sedikit pun gentar jiwa dan raga ku

Yang kunanti adalah syahid dari pada murka berdampingan hidup dengan kalian


Dari kejauhan muncul suara Gong, membuat marsose panik karna akhirnya rombongan pesilat datang menyelamatkan masyarakat yang di sandera oleh belanda.

BELANDA

        Oh, ini yang disebut dengan Maha Guru Oka Said bin yunus dan pasukannya yang mahsyur karena silat kalian

Maha Guru

Dan kalian penjajah yang telah merampas kemerdekaan kami

Belanda

Sudah lama aku mencari kalian,



Maha Guru

Tak perlu mencari kami, karena hari ini dan setelahnya kami lah yang akan mencari kalian dan mengusir kalian dari tanah tamiang.

Belanda

Betapa sombongnya kalian ini

Maha Guru

Tidak ada sombong bagi kami, tapi kami paling tahu apa yang terbaik bagi bangsa kami, dan tak usah berlama-lama lagi, serang !!!

Pertempuran terjadi antara pesilat dan marsose hingga semua terbunuh pasukan marsose di tangan para pesilat pelintau.

(Prolog)

Di sinilah awal mula kisah ini dimulai, sebuah kisah tentang keberanian, warisan, dan cinta akan tanah air, yang terwujud dalam gerakan indah Silat Pelintau.

Dengan dedikasi yang tinggi, Ok said bin Yunus menggabungkan kekuatan alami dengan kelincahan yang elegan, menciptakan sebuah aliran silat yang mampu menandingi musuh dengan ketepatan dan kecepatan. Ilmu ini dinamakan "Silat Pelintau,"

Silat Pelintau kemudian diwariskan dari generasi ke generasi, menjadi simbol kekuatan dan kearifan lokal Aceh Tamiang. Setiap gerakannya bukan hanya sebuah teknik bertarung, tetapi juga cerminan dari filosofi hidup yang menghargai keharmonisan dengan alam dan sesama manusia.



Lembaran baru ini dimulai, Ketika kekuatan dan kebijaksanaan bersatu, Silat Pelintau lahir, Dari tanah Aceh Tamiang Tanah Bumi Muda Sedia

SELESAI


banjer