Home

Sabtu, 21 Oktober 2023

“Di guyang Boleh, Dicabut Te’ek”

 


MELESTARIKAN ADAT DAN MENJAGA BUDAYA PENCAK SILAT PELINTAU TAMIANG

Nama PELINTAU di ambil dari bahasa Tamiang asli yaitu : “Pelin” dan “Tau”. “Pelin” memiliki arti “Semua” sedangkan Tau memiliki arti “Tahu”, sehingga “PELINTAU” memilki arti “SEMUA TAHU”. Tujuan di bentuknya Silat pelintau Tamiang ini adalah untuk mengusir para penjajah Belanda dari tanah Tamiang serta sebagai pertahanan dari kerajaan Tamiang untuk menahan serangan dari musuh baik dari dalam maupun dari luar daerah.  

Seni bela diri pencak silat pelintau Tamiang adalah seni pencak silat yang lebih menonjolkan keindahaan seni bela dirinya. Bagi orang Tamiang tempo dulu Filosofinya Pelintau lahir dari kearifan Alam Tamiang. Para pendahulu belajar dari alam dan lingkungan sekitar. Silat pelintau adalah Pencak Silat Khas Suku Tamiang yang dimainkan secara berpasangan oleh pesilat laki-laki maupun pesilat wanita.

 

 Dulu silat pelintau di ajarkan secara sembunyi-sembunyi kepada para pemuda-pemuda Tamiang, dengan tujuan agar dapat mempertahankan diri dari serangan musuh serta membawa usaha-usaha untuk mengusir para penjajah dari Tamiang. Setelah masa kemerdekaan tepatnya di tahun 1953 Seni Pencak Silat Pelintau Tamiang di kukuhkan. Sejak saat itulah silat pelintau ini mulai di ajarkan secara terang-terangan dan mulai di pertunjukan kepada masyarakat umum.  Seiring perkembangan zaman silat Pelintau tidak hanya digunakan sebagai perlindungan diri, tetapi seni bela diri ini juga di pertunjukan dalam berbagai upacara adat, seperti Pernikahan, Turuntanah, Khitanan dan menyambut tamu-tamu kehormatan seperti Menteri, Bupati dan Penjabat-penjabat tinggi lainnya.

 

 

 Dalam berbagai upacara adat tersebut silat pelitau memilki makna yang berbeda-beda di setiap adatnya. Pelintau dalam upacara pernikahahn di tujukan untuk mendidik dan menanamkan bahwa suami adalah pelindung keluarga, Pelintau dalam upacara turun tanah di tujukan bahwa telah lahir atau hadir seorang calon pemimpim dalam keluarga tersebut, sedangkan pelintau dalam acara khitan bermakna bahwa anak laki-laki tersebut telah baligh sehingga harus memiliki sifat keberanian karena kelak akan menjadi pelindung keluarga.

Dalam masyarakat Tamiang Silat Pelintau terdiri dari dua jenis yakni silat Songsong dan silat Rebas Tebang. Silat Songsong digunakan untuk menyambut tamu kehormatan dan menyambut besan dalam upcara pernikahan. Sedangkan silat Rebas Tebang untuk menyambut mempelai laki-laki di dalam upacara pernikahan, upacara turun tanah dan upacara khitanan. Silat pelintau sendiri memilki empat pola dasar gerakan. Pertama gerakan salam sembah, yaitu untuk memberikan penghormatan kepada guru dan hadirin sebagai symbol keharmonisan dan kesadaran sebagai makhluk biasa. Kedua gerak titi batang, yaitu gerakan pembuka untuk mendapat keseimbangan dan konsentrasi sebelum memulai langkah selanjutnya. Ketiga, yaitu gerak langkah tiga atau langkah empat untuk memecah gerak-gerak selanjutnya yang berupa jurus atau langkah yang bervariasi. Keempat yakni gerak salam terakhir yang merupakan symbol permohonan maaf kepada guru, hadirin dan lawan main.

Pertunjukan silat pelintau  Tamiang ini diiringi oleh alat-alat music tradisional, seperti Gendang, Biola, Akordion. Iringan alat music ini bertempo sedang hingga cepat, menghadirkan suasana penuh semangat dan enerjik. Para pemain silat pelintau terdiri dari pesilat laki-laki maupun pesilat perempuan. Para pesilat ini menggunakan pakaian berupa baju lengan panjang dan celana panjang yang berwarna hitam. Selain itu pesilat laki-laki juga mengunakan Tenguluk yakni sebuah ikat kepala, sedangkan pesilat perempuan menggunakan jilbab berwarna hitam. Tak hanya itu penampilan para pesilat juga dilengkapi dengan selempang dan kain songket yang di ikat di pinggang.

Silat pelintau tidak hanya di pertunjukan di Aceh saja, tetapi seni bela diri ini juga kerap dipertunjukan dalam helatan budaya di berbagai provinsi. Silat Pelintau juga sudah menjadi silat internasional dan bahkan Silat Pelintau telah di tetapkan sebagai Warisan Budaya Tak Benda (WBTB) yang di tetapkan pada tanggal 16-18 agustus 2019 dan di sahkan pada tanggal 8 Oktober 2019 oleh Menteri Pendidikan dan Kebudayaan oleh Prof. Dr. Muhatjir Efendi.


 Silat pelintau sudah mengikuti berbagai fesitival dari tahun 1976-hingga sekarang beberapa festival di antaranya:

1        1. Festival Pencak Silat di Malaysia pada tahun 1976   

2        2. Festival Pencak Silat di Danau Singkarak (sumatera Barat) pada tahun 1998

3        3. Festival Pencak Silat di Masjid Istiqlaldi Jakarta pada tahun 1991

4        4. Festival ITTF di Lhokseumawe pada tahun  1997

5.     5. Festival Pencak silat dalam rangka ulang tahun ke-60 IPSI di Pedepokan Silat Jakarta pada tahun 2008

6        6. Pernah mengikuti pekan Kebudayaan Nasional (PKN) pada tahun  2019 di Jakarta.

7        7. Festival Serumpun Melayu Raya di Aceh Tamiang pada tahun 2022

8        8. Festival kemilau seni di aceh Tamiang pada tahun 2022.

9       9.  Festival gerakan 1000 pemdekar


  Silat pelintau juga baru-baru ini menggelar aksi gerakan 1000 pendekar yang di adakan di Tribun Kantor Bupati Aceh Tamiang dalam rangka Melestarikan adat dan Mejaga Budaya. Pencak silat adalah bagian dari Budaya seni bela diri yang telah menjadi warisan dari para leluhur. Sehingga perlu adanya upaya untuk terus melestrikan adat dan Menjaga budaya kita ini. Apa lagi pencak silat adalah seni beladiri asli Indonesia. Artinya ketika kita merawat, Menjaga, dan melestarikan serta memajukan pencak silat, itu sama hal nya dengan kita melestarikan dan menjaga budaya bangsa kita ini. Apalagi Tradisi pencak silat telah ditetapkan oleh UNESCO sebagai warisan Budaya Tak Benda. Pencak silat telah menjadi identitas dan pemersatu bangsa Indonesia. Dimana tradisi budaya Pencak silat ini mengandung nilai-nilai persahabatan dan sikap saling menghormati.








PELINTAU 

Pelintau merupakan seni beladiri pencak silat tradisional yang berasal dari tanah bumi muda sedia, Aceh Tamiang.

 yang pertama kali diajarkan oleh Maha Guru OK Said bin Unus. Pada masa itu, pelintau diajarkan secara sembunyi-sembunyi, Setelah masa kemerdekaan, tepatnya pada tahun 1953, Pelintau pun mulai dikukuhkan. Sejak saat itu, pelintau mulai diajarkan secara terang-terangan dan mulai dipertunjukkan pada masyarakat umum hingga pada saat sekarang ini.

Pencak bagian hulu

Pelintau berasal dari kata pelin yang berarti semua dan kata tau yang berarti tahu atau mengetahui. Secara harfiah, Pelintau berarti semua tahu. Hal ini dikarenakan, pelintau memiliki urutan dan tahapan di mana setiap pemain harus melewati tahapan tahapan tersebut.


Gerakan dalam pelintau lahir dari pengamatan terhadap alam dan lingkungan sekitar. Pelintau tidak hanya berfokus pada gerakan tangan kosong. Beberapa senjata seperti pedang, pisau, dan toya juga kerap digunakan oleh para pesilat.

Pencak Silat pelintau disampaikan ditampilkan pada acara pesta-pesta perkawinan sebagai acara penyambutan tamu-tamu pada acara formal pemerintahan. Silat pelintau ini terdapat gerakan-gerakan dalam tari-tarian bela diri. Pencak silat pelintau bukan olah raga pencak silat yang dipertandingkan tapi lebih merupakan kesenian tradisional yang di pegelarkan  dalam suatu acara khusus dalam masyarakat Tamiang.

pencak bagian hilir


Pelintau tidak hanya dipertunjukkan di Aceh. Seni bela diri ini juga kerap dipertunjukkan dalam helatan budaya di berbagai provinsi. Pada tahun 2019, Pelintau Tamiang ditetapkan sebagai Warisan Budaya Tak Benda Indonesia yang berasal dari Provinsi Aceh.








banjer