dok "pelintau tamiang". |
Keniscayaan bahwa
Indonesia adalah negara yang kaya
dengan beragam
sumber daya, baik sumber daya
alam, sumber daya manusia, hingga sumber daya
sosial-kultural, sejatinya tak dapat dielakkan lagi. Keberagaman
sumberdaya menjadi rahmat Tuhan yang tak terbantahkan bagi Indonesia. Dalam proses pengelolaan dan
pembangunan sumberdaya yang ada, tentu Indonesia sangat membutuhkan
perhitungan
tentang manfaat, kualitas, dan sumber pendanaannya agar tidak menjadi pembangunan yang
kontraproduktif dan
menimbulkan
kerugian yang
tidak di
harapkan.
Dewasa ini, pembangunan di seluruh dunia telah dipengaruhi secara aktif
oleh perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi sehingga modernisme global
menjadi hal yang tak terelakkan lagi. Era revolusi industri menuntut masyarakat dunia memberlakukan teknologi sebagai
teman hidup.Keadaan tersebut membuat
informasi dari seluruh dunia dapat diakses secara bebas dan terbuka. Hal itu
menimbulkan keterbukaan cara berpikir
masyarakat
dalam segala kalangan etnis, agama dan
usia. Namun sering kali minimnya kemampuan masyarakat dalam menyaring informasi dan pengetahuan yang berkembang menjadikan masyarakat
tersebutsering terjebak pada informasi palsu (hoax), hingga kegagalan bersikap dalam
ruang lingkup masyarakat Indonesia yang notabene masih
sangat memegang teguh
norma-norma yang telah diajarkan turun-temurun. Kegagalan bersikap dalam
ruang
lingkup masyarakat tersebut seringkali dilakukan oleh kalangan pemuda. Ketidakmatangan dalam berpikir
membuatintervensi budaya
barat
melalui media
sosial mainstream seperti facebook,
twitter, instagram dan youtube seringkali
menjadi penyebab utama ketidakcocokan
prilaku pemuda tersebut di
lingkup masyarakat timur seperti Indonesia. Akibatnya, globalisasi berdampak buruk pada keberadaan ekosistem kebudayaan di Indonesia.
Guna menjaga keseimbangan atas kemajuan pembangunan fisik dan non fisik tersebut, pemerintah Indonesia era Jokowi-JK mengambil
kebijakan atas
isupemertahanan kebudayaan nasional di era globalisasi. Kebijakan tersebut berbentuk pengesahan Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2017 tentang Pemajuan
Kebudayaan sehingga menjadi semangat baru dalam
upaya perlindungan, pengembangan, pemanfaatan dan
pembinaan kebudayaan nasional. Penetapan kebijakan pemajuan kebudayaan tersebut menjadi amanat Presiden
Joko Widodo agar
memberi peran strategis bagi kebudayaan dalam pembangunan nasional berlandas
pada upaya pelaksanaan amanat Pasal
32 Ayat 1 UUD 1945 untuk memajukan
kebudayaan nasional ditengah peradaban dunia dengan menjamin kebebasan masyarakat dalam memelihara dan mengembangkan nilai-nilai budayanya.
Pemajuan kebudayaan dapat diartikan sebagai serangkaian upaya yang bertujuan untuk meningkatkan ketahanan budaya dan kontribusi budaya Indonesia di tengah peradaban dunia. Pemajuan kebudayaan dilakukan dengan melakukan perlindungan, pengembangan, pemanfaatan objek pemajuan kebudayaan, serta melakukan pembinaan terhadap sumber daya manusia kebudayaan.
Dalam upaya pemajuan kebudayaan lokal, Aceh Tamiang yang merupakan salah satu Kabupaten pemekaran baru di Aceh, yaitu pada Tahun 2002,
memiliki adat dan
kesenian yang menarik, salah satunya adalah seni beladiri pencak silat
tradisional PELINTAU Tamiang, yang merupakan ekspresi budaya tradisional dalam
bentuk gerakan silat yang bersumber dari pembelajaran manusia terhadap alam dan
makhluk
sekitarnya, dengan iringan musik
tradisional. Dewasa ini, peralihan penggunaan
gerakan
silat pelintau terjadi seiring dengan perkembangan
zaman,
sehingga biasanya, kesenian pelintau tamiang ini ditampilkan pada pesta perkawinan, penyambutan tamu, pertunjukan seni
dan agenda-agenda formal pemerintahan,
sehingga tidak lagi dalam bentuk olahraga tanding,
akan tetapi menjadi ekspresi
budaya tradisional murni berbentuk kesenian.
Pada 08 Oktober 2019, Silat Pelintau ditetapkan sebagai Warisan Budaya Tak Benda Indonesia oleh Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan Republik
Indonesia di Jakarta.
dok"pelintau tamiang"
Dalam kegiatan tersebut, kami melakukan upaya pembinaan
pelestari baru dengan melibatkan para siswa Sekolah Dasar, Sekolah Menengah Pertama, dan
Sekolah Menengah Atas, serta mentransformasikan kegiatan silat pelintau kedalam
bentuk festival. Kami meyakini bahwa kegiatan ini akan menjadi
pilot project bagi banyak upaya pemajuan
kebudayaan lokal lainnya, sehingga pemajuan dan
pemanfaatan kebudayaan terjadi dengan baik di kabupaten Aceh Tamiang. Untuk itu, dibutuhkan dukungan dan perhatian yang kuat oleh seluruh lapisan masyarakat agar
ekspresi kebudayaan tradisional dalam
kehidupan bermasyarakat terus terjaga dalam
aktivitas sosial masyarakat Aceh Tamiang. Oleh karenanya, perlu adanya penataan, pembenahan, pembinaan serta revitalisasi
sarana dan prasarana kegiatan
pemajuan kebudayaan lokal
ini. Pembinaan dan
penyelenggaraan
kegiatan ini
tentu
tidak dapat
terlaksana tanpa bantuan dari seluruh pihak terkait.