Menurut pikiran saya yang
sederhana ini segala sesuatu dalam pencak silat mempunyai jumlah TIGA, paling
tidak dalam inti sarinya; mari kita lihat bersama.
1.
Dalam bersilat terdapat TIGA unsur pokok kasat
mata yang bergerak :
1. Kaki
2. Badan
3. Tangan
1.
Juga terdapat TIGA unsur yang tidak kasat mata :
1. Indera
perasa (dalam hal ini adalah kulit tangan, pendengaran, dan penglihatan) yang
kemudian memberikan sinyal kepada :
2. Pikiran,
dalam hal ini otak yang kemudian bereaksi dan memberikan respon
3. Hati, yang
dalam tataran tertentu mempunyai reaksi dan respon lebih cepat dan lebih bijak
dari pikiran.
Berdasarkan unsur-unsur kasat
mata dan tidak kasat mata di atas, maka seseorang yang mempelajari silat akan
melalui TIGA tahapan, yaitu :
1. Gerak
dasar, yang pasti akan dilalui setiap orang dalam belajar silat. Mulai dari
gerak pemanasan, latihan gerakan dasar kaki, tangan, badan, dan sebagainya
2. Reflek,
adalah buah dari gerak dasar yang dilatih terus menerus dan sudah menjadi
kebiasaan. Reflek masih berada dalam dimensi pikiran, meskipun sudah sedemikian
cepat nya dalam bergerak dam bereaksi.
3. Rasa, di
mana reflek yang sudah terbentuk sedemikian rupa akan menghasilkan kemampuan
mengolah dan memainkan rasa. Rasa berada dalam dimensi hati, di luar kendali
otak dan pikiran.
3. TIGA gerak dalam bersilat
Dalam aliran maupun perguruan
manapun, selalu terdapat TIGA unsur ini :
1. Sikap pasang; apapun namanya,
bagaimanapun bentuknya selalu ada sikap pasang. Seorang pesilat yang bijak akan
selalu bersikap siap sedia, ini lah yang saya maksud dengan SIKAP PASANG.
2. Jurus, baik itu rangakaian
gerak maupun gerakan tunggal. Kembangan maupun ibing ilat Sunda) masuk dalam
kategori JURUS.
3. Aplikasi/isi/maksud dari
jurus.
Sikap Pasang terbagi menjadi TIGA bentuk utama :
1. Pasang kembar, dimana kedua kaki berdiri sejajar;
2. Pasang jurus, yaitu kaki kanan berada di depan, dan
3. Pasang suliwa, kebalikan dari pasang jurus yaitu kaki
kiri berada di depan. Perkembangan dan variasi sikap pasang tidak akan terlepas
dari ketiga bentuk di atas
Dalam jurus, TIGA hal pokok yang dipelajari adalah :
1. Pola langkah (maju, mundur, menyamping);
2. Bentuk dan gerakan badan yang disesuaikan dengan pola
langkah, dan
3. Gerakan dan bentuk tangan dalam memukul dan menangkis/menangkap.
Sedangkan aplikasi berintikan TIGA unsur utama, yaitu :
1. Bagaimana cara
bertahan (tangkisan, tangkapan, blocking)
;
2. Bagaimana cara menyerang (memukul, menendang,
menjatuhkan), dan
3. Bagaimana cara menghindar.
Nah, bagi seseorang yang ingin belajar pencak silat harus
mempunyai TIGA syarat utama, yaitu :
1. Niat
2. Kemauan, dan
3. Ketekunan
Apabila salah satu dari tiga syarat utama tersebut tidak
terpenuhi, dapat diramalkan bahwa yang bersangkutan tidak akan sukses, kecuali
belajar nya hanya sekedar iseng-iseng saja.
Kalau direnungkan lebih dalam lagi, mungkin masih banyak
aspek dalam pencak silat yang berujung pada ANGKA TIGA (3). Disebabkan pikiran
saya yang masih sangat dangkal dan sederhana ini, maka uraian di atas sudah
cukup membawa saya kepada satu pertanyaan : MENGAPA TIGA?
Dengan bertanya kesana-sini, baca ini-itu, dan tentu saja
berbekal sedikt imajinasi saya sampai pada satu kesimpulan pribadi : bahwa
pencak silat pada awalnya adalah buah rasa, karsa dan cipta para pendahulu yang
sarat akan muatan rohani dan filosofis. Pada hakikatnya pencak silat adalah
sarana perenungan akan hakikat kehidupan, bahwa manusia PASTI akan melawati
TIGA tahap : LAHIR, HIDUP, dan MATI (hukum kehidupan yang berlaku umum).
Bahwa manusia hakikatnya terdiri dari TIGA unsur : Raga,
Jiwa, dan Ruh. Raga adalah unsur fisik kasat mata yang membuat kita bisa
beraktivitas. Dalam pencak silat inilah aspek gerak, jurus dan aplikasi. Jiwa
adalah akumulasi dari persepsi, pengalaman, dan logika. Manusia dapat hidup
tanpa jiwa (yang secara umum disematkan identitas “gila”). Lingkungan,
pendidikan, dan pengalaman akan menentukan bagaimana JIWA seseorang terbentuk.
Dalam pencak silat, inilah aspek kaedah berupa pemahaman akan makna dan maksud
setiap gerakan baik dalam jurus maupun aplikasi; reflek terbentuk di sini.
Ungkapan yang sering kita dengar adalah : “dia sudah menjiwai setiap detil
gerak dari pencak silat”. Maka apabila seseorang mempelajari pencak silat hanya
pada tataran gerak dan aplikasi tanpa memahami kaedah, seolah-olah pencak silat
nya tidak berjiwa.
Ruh adalah makna sesungguh nya seorang manusia. Ruh adalah
unsur ketuhanan yang suci sifatnya, bebas dari dualisme (misal : pertentangan
antara susah-senang, bahagia-derita, dsb). Apabila unsur raga dan jiwa sangat
dominan dalam kehidupan, maka sebaliknya RUH adalah unsur yang sepertinya tidak
terperhatikan oleh sebagian besar kita. Para ahli spiritual sering berkata
bahwa Ruh kita selama ini tertutup oleh dominasi hawa nafsu raga dan jiwa.
Bukankah yang selalu didengungkan adalah ucapan ”jiwa dan raga?” Kita selalu
berusaha memenuhi kebutuhan raga seperti makan, minum, tidur, dan lain-lain.
Jiwa selalu kita manjakan dengan kesenangan, pujian, prestasi, kebanggaan, dan
sebagainya. Hanya Ruh yang terlupakan.
Ruh hanya bisa dihidupkan dengan mengurangi perhambaan
terhadan raga dan jiwa, pengendalian hawa nafsu. Jadi sangatlah wajar apabila
para maestro “pencipta” pencak silat adalah seorang yang mementingkan unsur Ruh
(spiritualis) dari pada raga dan jiwa. Oleh karena itu setelah melewati tahap
gerak dan reflek, seorang pesilat yang memahami hakikat ruh akan meningkat pada
tahapan RASA. Rasa yang bersemayam di hati.
Kesimpulan yang sangat sederhana ini membawa saya kepada
pengertian bahwa hakikat nya pencak silat adalah sarana untuk memahami makna
kehidupan yang terdiri dari TIGA unsur Ruh, Jiwa, dan Raga. Sedikit menyinggung
konsep dalam agama, TIGA adalah angka keramat karena dalam agama Islam ketiga
unsur itu adalah : ALLAH sang pencipta, MUHAMMAD sang utusan penuntun umat ,
dan INSAN (diri kita yang menjalani kehidupan). Agama Kristen mengenal konsep
Trinitas, dan Hindu dengan konsep Trimurti.
Tidak ada kebenaran mutlak dalam setiap pendapat. Hukum
dualisme menyatakan bahwa : ada benar ada salah, setuju dan tidak setuju, ya
dan tidak, suka dan tidak suka, dan seterusnya. Oleh karena itu saya berusaha
melepaskan diri dari penilaian benar atau salah, semua saya kembalikan kepada
kelemahan saya pribadi dalam berasumsi. Karena kebenaran mutlak hanya milik NYA
semata.
Wallahu ‘alam.
belajar lah biar tau,,,,,
BalasHapus