Alkisah,
hiduplah seorang peladang di kampung tersebut. Dia biasa dipanggil Atok (kakek)
Kulok. Sebagai seorang peladang, Atok mau membuka hutan yang masih berada tidak
jauh dari kawasan perkampungan untuk dijadikan lahan bercocok tanam.
Dalam perjalanan menuju lokasi tersebut, Atok bertemu dengan sesosok mahkluk bertubuh kecil dengan kakinya terbalik. Tumitnya menghadap ke depan dan jari kakinya ke belakang. Orang-orang menyebutnya Long Jernang.
“Mau kemana?” Long Jernang bertanya pada Atok. Atok menjelaskan bahwa dia mau membuka hutan untuk berladang padi. Long Jernang pun menawarkan bantuan kepada Atok, dengan syarat Atok tidak boleh membawa perempuan dan anak kecil ke ladangnya. Atok menyanggupinya, walaupun dia sendiri punya seorang istri yang baru saja melahirkan.
Akhir
kata, Long Jernang dan kawan-kawannya membantu Atok membuka hutan. Dalam satu
hari, lahan seluas tiga hektar selesai dibersihkan dan siap untuk ditanam.
Sebelum senja, Atok kembali ke rumahnya. Di rumah, dia mengatakan kepada istrinya,
bahwa lahan untuk ladang sudah selesai dibuka, dan besok dia akan mulai menanam
padi. Dia juga meminta istrinya untuk menyiapkan benih padi yang akan ditanam
besok.
Sang istri pun heran, bagaimana bisa lahan seluas tiga hektar dapat diselesaikan suaminya dalam waktu hanya satu hari. Dengan hati bertanya-tanya, dia tetap menyiapkan benih padi yang akan ditanam.
Keesokan harinya, Atok sudah berada kembali di ladangnya dengan membawa benih padi yang akan ditanam. Namun tak disangka, Long Jernang marah padanya karena dia telah mengingkari janji. Atok sama sekali tidak mengerti kenapa Long Jernang bisa menuduhnya seperti itu. Padahal dia tidak pernah membawa perempuan atau anak kecil ke ladangnya. Tiba-tiba saja, istri dan anak Atok sudah berada di belakangnya. Ternyata, istri Atok diam-diam mengikutinya karena rasa penasaran yang tak tertahankan. Perjanjian Atok dengan Long Jernang pun batal. Semuanya berubah menjadi hutan kembali seperti sedia kala. Mendapati itu, Atok marah besar. Namun apa daya, nasi sudah jadi bubur.
Besoknya, Atok kembali membuka hutan tersebut untuk dijadikan ladang padi. Selama berhari-hari akhirnya Atok pun berhasil membersihkannya. Ketika itulah ditemukan batu besar yang disebut Gua Kemang. Hingga saat ini, batu besar tersebut diyakini oleh masyarakat setempat sebagai rumah Long Jernang yang pernah membantu Atok.
Long
Jernang” merupakan bahasa Tamiang yang berarti jin atau roh. Seperti diceritakan fisik dari Long Jernang seperti manusia, tapi
lebih kecil. Bedanya lagi, kalau berjalan, kakinya terbalik, tumitnya menghadap
ke depan sedangkan jari-jari kakinya ke arah belakang. “Itu kata orang yang
sudah pernah melihatnya. Seperti orang bunian,”
Tidak ada komentar:
Posting Komentar