Home

Sabtu, 30 Desember 2023

KITAB BUSTAN AS-SALATIN ACEH

 


Aceh telah mewariskan pusaka khazanah berharga berupa naskah-naskah tulisan tangan (manuscripts) sejak beberapa abad yang lalu, negeri Serambi Mekkah bagi para ilmuwan filolog dikenal juga sebagai "Lumbung Naskah" tersimpan puluhan, atau bahkan ratusan ribu naskah dipastikan terdapat di nanggroe Rencong, yang sebagiannya kini sulit terjamah di negerinya sendiri, sedangkan sebagian lainnya tersimpan di sejumlah perpustakaan di luar Aceh, seperti Perpustakaan Nasional RI di Jakarta, Perpustakaan Universitas Leiden dan Universiteitsbibliotheek di Belanda, Perpustakaan Negara Malaysia (PNM) di Kuala Lumpur

Banyaknya karya ulama-ulama Aceh terkemuka terutama pada abad ke-16 sampai abad ke-18 seperti Hamzah Fansuri, Syamsuddin as-Sumatra'i, Nuruddin al-Raniri, Abdurauf ibn Ali al-Jawi al-Fansuri, Fakih Jalaludin, Teungku Khatib Langgien, Muhammad Zein, Abbas Kuta Karang, Teungku Chik di Leupe (Daud Rumi), Jalaluddin Tursany, Jamaluddin ibn Kamaluddin, Zainuddin, Teungku Chik  Pante Kulu, dan banyak tokoh lainnya yang memiliki karakteristik dan kekhasan serta identik dengan khazanah Islam lokal dan universal.

Diantara kitab terkenal adalah (Bustan as-Salatin), yaitu salah satu kitab fenomenal yang disusun pada abad ke-16 tepatnya pada masa Iskandar Muda (1607-1636) sampai pada masa Sultan Iskandar Tsani (1636-1641), kitab ini memberikan gambaran tentang Aceh dan kerajaannya pada periode ke-16 dan ke-17 M.

Pada masa tersebut, kitab inilah paling lengkap menceritakan kisah raja-raja Melayu secara universal, khususnya kerajaan Aceh Darussalam, termasuk merekam jejak perjalanan istana kerajaan Aceh dan struktural kenegaraan, yang dikarang oleh seorang ulama berasal dari negeri anak benua, Hindustan (India) bernama Syeikh Nuruddin Muhammad ibnu 'Ali ibnu Hasanji ibn Muhammad Hamid ar-Raniri.

Nuruddin ar-Raniry seorang ulama dan negarawan yang telah berhasil memberikan sumbangsih sejarah melalui kitab Bustan as-Salatin pada saat pengabdiannya di Aceh, menurut sejarawan untuk menyelesaikan kitab Bustan as-Salatin dalam waktu relatif lama, namun tidak dapat dipastikan secara pasti tahun berapa kitab itu mulai ditulis, hanya perkiraan tahun 1640 (1050 H) sudah beredar dan menjadi bacaan para penghuni istana raja dan ulama-ulama Aceh. Menurut Braginsky kitab Bustan as-Salatin ditulis antara tahun 1638-1641, hal tersebut dapat terlilhat dari syair naskah Bustan as-Salatin berbunyi "Ialah perkasa terlalu berani, Turun-temurun nasab Sultani, Ialah menyunjung inayat Rahmani, Bergelar Sultan Iskandar Tsani", sebagian lain berpendapat bahwa Bustan as-Salatin sudah diisyaratkan kajiannya dalam kitab Asrar al-Insan fi Ma'rifah al-Ruh wal Rahman, juga karya Nuruddin as-Raniry usai dikarang pada tahun 1640 M (1050 H).

Nuruddin ar-Raniry berasal dari Ranir (Randir) Gujarat, India, sebagai foreigner menjadi asing bagi masyarakat Aceh, namun ia sudah banyak mengetahui tentang Melayu khususnya Aceh. Hal tersebut sangat dimungkinkan memperoleh seluruh informasi tersebut dari pamannya Syekh Muhammad Jailani bin Hasan Ar-Raniry, yaitu seorang ulama yang sudah berkarya sebelumnya di Aceh sebagai da'i sekaligus pedagang. Ia adalah salah seorang dari sekian banyak para pedagang dan mubaligh India yang mengajar dan berbisnis di Aceh dari satu generasi ke generasi lain secara turun temurun, maka dipastikan Nuruddin ar-Raniry sudah menguasai bahasa Melayu dan aksara Jawi sebelum menginjak kakinya di Aceh.

Ada sekitar 30 lebih judul kitab karya Nuruddin ar-Raniry dalam pelbagai disiplin bidang ilmu dan kajian mayoritasnya beraksara Jawi berbahasa Melayu, diantaranya Kitab As-Sirath al-Mustaqim, Durrat al-Faraid bi Syarh al-'Aqaid, Hidayat al-habib fi al Targhib wa'l-Tarhib, Bustanus as-Salatin fi Zikr al-Awwalin Wal Akhirin, Latha'if al-Asrar, Asrarul Insan fi Ma'rifat al-Ruh wa al-Rahman, Tibyan fi Ma'rifat al-Adyan, Akbar al-Akhirah fi Ahwal al-Qiyamah, Hill al-Zill, Ma'ul Hayat li Ahlil Mamat, Jawahirl 'Ulum fi Kasyfil Ma'lum, Syifa'ul Qulub, Hujjat as-Shiddiq Lidaf'il Zindiq, Fathul Mubin 'alal Mulhidin, dan kitab lain sebagainya.

Kitab Bustanus as-Salatin lah menjadi salah satu bacaan para kediaman kerajaan Aceh, secara prikologis kitab tersebut memiliki nilai historis yang bernilai tinggi yang menjadi rujukan para sejarawan dan research dalam melakukan berbagai kajian dari dulu hingga kini. Penggunaan bahasa Melayu (beraksara Jawi) sebagai bahasa resmi baik dibidang politik, dagang, agama, dan budaya, di Aceh sejak abad ke-15 telah mendorong perkembangan tradisi tulis dan tradisi keilmuan yang sangat pesat di wilayah ini hingga abad-abad berikutnya, khususnya abad ke-16 dan ke-17 ketika kesultanan Aceh menggapai masa keemasannya.

Berdasarkan rekaman sejarah, kitab Bustan as-Salatin menjadi perintis perdana yang mengupas tentang historikal kerajaan yang bersifat teologis sekaligus historis. Disebut teologis sebab mengurai keesaan Tuhan dan segala wujud tentang penciptaan alam semesta dan kelanjutan proses tersebut, sekaligus disebut historis karna merangkup perjalanan raja-raja Aceh. Menurut Teuku Iskandar dalam bukunya, karya Nuruddin ar-Raniry mengikuti jejak kitab karya ulama sebelumnya Bukhari al-Jauhari berjudul Taj as-Salatin, jika ditinjau dari beberapa sisi ada persamaan, namun juga terdapat banyak perbedaannya, sebab kitab Taj as-Salatin disusun lebih berat pada titik religious cultures yang ditujukan kepada raja-raja Iran (Parsi), yaitu tidak lain merupakan ilustrasi untuk konsepsi etika dalam membentuk harmoni peradaban manusia dan alam ini.

Sedangkan kitab Bustan as-Salatin adalah sebuah kitab yang bersifat religious histories, yaitu terfokus pada teologi-historis dimana didalamnya dilukiskan gambaran dinamis tentang penciptaan alam semesta dan kelanjutan prosesnya, namun tak terlepas dari etik dan syariat yang diutamakan. Dan dalam naskah Bustan as-Salatin inilah jelas dan tegas memasukkan sejarah bangsa Melayu ke dalam sejarah dunia yang dipaparkan sebelumnya, dan khususnya perjalanan sejarah Kerajaan Aceh sebagai Dar as-Salam (Darussalam). Demikian juga menurut Hooykaas menyebutkan jika dibandingkan dengan Sejarah Melayu karangan Tun Sri Lanang yang disebut Paduka Raja dalam Bustan as-Salatin, maka kitab ini (Bustan as-Salatin) lebih bersifat pengetahuan, baik agama, sejarah dan nasehat (etika).

Kitab masyhur ini kemudian menjadi bacaan para alim ulama dan raja-raja setelah Sultan Iskandar Tsani, seperti Sultanah Safi al-Din Taj al-Alam (1641-1675), Naqi al-Din Nur al-Alam (1675-1678) sampai kepada abad ke 18 pada masa Sultan Ala al-Din Johan Syah (1735-1760), perubahan ideologi karakteristik masyarakat Aceh pada saat itu berubah terhadap hadirnya penjajah di Aceh, dalam kondisi ini posisi kerajaan mulai beralih pada pertahanan dan penguatan wilayah daripada pengembangan intelektual masyarakat, namun peranan ulama pada era ini sangat penting untuk menjaga persatuan ummat dan semangat patriotisme.

Dalam Bustan as-Salatin juga digambarkan patriotisme dan peperangan masa kerajaaan, dapat dikatakan naskah ini merupakan kitab perdana di dunia Melayu (Nusantara) yang berbentuk gubahan ensiklopedis yang menggabungkan genre universal histories dengan 'cermin didaktis'. Menurut Braginsky bahwa kitab ini sangat tebal sehingga tidak tersimpan semua bab dalam satu bundel, dan biasanya naskah-naskahnya berisi hanya satu atau dua-tiga bab tertentu. Namun, jika mengupas isinya maka bisa ditemukan antar bab dan pasal saling bersinambungan dan berkaitan, sehingga tidak menutup kemungkinan bahwa kitab ini dikarang secara periodik dan kontinue.

 Menilik isinya, naskah Bustan as-Salatin yang terbagi kepada 7 (tujuh) bab dan terdiri dari 40 (empat puluh) pasal, pembahasannya dimulai dari wujud penciptaan Alam ini, penciptaan Nur Muhammad, Malaikat dan segala bentuk perwujudan, kemudian pada bab selanjutnya uraian wilayah kekuasaan Aceh dan Melayu, histografi dan silsilah Sultan Aceh serta kemegahan dengan segala hukum dan qanun yang diterapkan dalam menjalankan roda pemerintahan dan hubungannya dengan negara-negara luar Aceh, baik diplomasi maupun perebutan kedaulatan di wilayah sekitar seperti Deli, Johor, Malaka, Kedah dan Pattani (Thailand Selatan). Pada bab inilah yang menjadi patokan para sejarawan menelusuri silsilah dan potret kerajaan Aceh serta 'patron' dalam penegakan hukum syariat Islam dimasa keemasan Kesultanan Aceh.

Dapat dibayangkan gambaran uraian dalam naskah Bustan as-Salatin tentang kemegahan kerajaan Aceh Dar ad-Donya as-Salam "Syahdan, di darat Balai Keemasan yang memiliki Balee Ceureumeen (Aula Kaca) di istananya yang megah, di dalam istana ada Maligai Mercu Alam, dan Maligai Daulat Khana dan Maligai Cita Keinderaan dan Medan Khayali, dan aliran sungai Dar al-Isyki itu suatu dan terlalu amat luas, kersiknya daripada batu pelinggam, bergelar Medan Khairani yang amat luas. Dan pada sama tengah medan itu Gegunungan Menara Permata, tiangnya dari tembaga, dan atapnya daripada perak seperti sisik rumbia, adalah dalamnya beberapa permata puspa ragam, dan Sulaimani dan Yamani".

Pada bab-bab selanjutnya diuraikan tentang etika seorang pimpinan, penegakan hukum dan keadilan, sosial dan komunitas masyarakat Melayu serta patriotisme yang zuhud dan wara', hikayat didalam naskah ini tidak terlepas dari local history dan adat-istiadat yang terjadi di kerajaan Aceh untuk melukiskan kehidupan antara kerajaan dan masyarakat yang majemuk. Pada bab terakhir (bab 7) membagi pembahasan kepada bermacam tema dan topik seperti pengajaran, pendidikan, pengabdian, masalah Nisa' dan juga khusus pada bab ini Nuruddin ar-Raniry berpolemik dengan berbagai kisah mistis dan ganjil sebagai i'tibar bagi pembaca.

Selaras dengan perkembangan dunia pernaskahan, pada pertengahan abad ke-19 tepatnya pada awal agresi Belanda ke Aceh pada tahun 1873 M, perang paling terpanjang dalam catatan sejarah dan penyerangan besar-besaran ke Aceh, telah menjadikan perhatian ilmuwan dan rakyat Aceh terhadap karya-karya ulama spektakuler terabaikan, pada saat yang sama perhatian rakyat Aceh tertuju kepada perjuangan fisik (perang) mengusir penjajah dari tanah kelahirannya. Situasi ini dimanfaatkan oleh Barat (penjajah) untuk memboyong karya-karya ulama ke luar negeri, walau sebagian kecil peran ulama menyelamatkan naskah dengan mengkaji dan memperbanyak di dayah-dayah sekaligus menjadi benteng perjuangan seperti apa yang terjadi di Zawiyah Tanoh Abee, Awe Geutah dan di dayah-dayah lainnya.

Dan kini, dalam penelusuran inventarisasi dan konservasi manuskrip karya ulama-ulama Aceh sangat jarang ditemukan, pada kajian inventarisir naskah Bustan as-Salatin yang menjadi cikal bakal pengungkapan sejarah keemasan dan kejayaan kerajaan Aceh sudah tidak ditemukan lagi sumber asli, kitab fenomenal tersebut menjadi misteri di negerinya sendiri, tidak ditemukan koleksi kitab ini baik di Museum Negeri Aceh maupun di koleksi perpustakaan swasta yang ada di Aceh. Tentunya, sangat disayangkan dengan hilang dan luputnya pelestarian naskah berharga di negeri ini, walau sudah dapat dipastikan bahwa manuskrip karangan asli tangan pengarang (autograph) telah musnah.

Dalam dunia pernaskahan, para ilmuwan telah menyusun berbagai katalog naskah-naskah kuno untuk dapat menginventarisir karya khazanah warisan leluhur, dalam penelusuran ini ditemukan bahwa sebagian salinan kitab Bustan as-Salatin hanya tersimpan di Perpustakaan Nasional RI di Jakarta dalam versi tidak lengkap, sedangkan lainnya satu bundel naskah di Perpustakaan Universitas Malaya di Malaysia dari bab I, III sampai V, serta dua naskah berada di Perpustakaan Universitas Leiden, Belanda juga dalam versi tidak lengkap. Sedangkan di tanah kelahirannya belum ditemukan kitab masyhur ini yang pernah mengharumkan nama Aceh Darussalam di kancah dunia. Namun cahaya lilin belum redup, tentu masih ada secercah harapan untuk memberikan perhatian lebih kepada semua karya ulama-ulama indatu, mengungkapkan sejarah dan identitas keacehan lebih mendalam, mengkaji isi teks naskah serta kekayaan khazanah karun Aceh yang tak pernah khatam.

PELINTAU TAMIANG TITI BATANG


Siapa sih yang tidak pernah mendengar tentang pencak silat? Ya, salah satu kesenian bela diri asli Kepulauan Melayu ini secara luas dikenal di negara-negara Asia Tenggara tak terkecuali Indonesia. Di Indonesia, kesenian ini dapat ditemui di berbagai daerah dari Sabang sampai Merauke tak terkecuali di provinsi Aceh. Kali ini, kita akan membahas eksistensi Pencak Silat di salah satu kabupaten di Aceh yaitu Tamiang.


Selain mengenal pencak silat sebagai sebuah kesenian bela diri, masyarakat Tamiang juga mengaitkan Pencak Silat dengan kesenian tari yang secara khusus disebut dengan Titi Batang di dalam permainan pencak silat Pelintau. Keduanya tentu memiliki perbedaan meski keduanya juga berkaitan dengan sebuah unsur yang sama, yaitu Pencak Silat. Sebagai sebuah kesenian bela diri, Pencak Silat lebih mengutamakan ketepatan dan presisi dalam bergerak dengan fungsi utama untuk melindungi diri. Di sisi lain, Titi Batang memiliki gerakan yang lebih luwes, terbuka, dan fleksibel. Mengapa demikian? Tentu kita tidak boleh melupakan bahwa Titi Batang di sini berperan sebagai sebuah tarian dengan fungsi utama menghibur audiens. Selain itu, musik tradisional Tamiang juga digunakan untuk mengiringi sebuah pertunjukan Titi Batang seperti gendang biola dan akuardion. Hal ini memberikan sebuah kebebasan yang tidak terdapat pada bela diri Pencak Silat yang digunakan untuk melindungi diri.


Dari sisi sejarah, tidak ada bukti peristiwa yang dapat dijadikan acuan untuk mengetahui asal mula kemunculan Titi Batang. Salah satu pendapat menyatakan bahwa kemunculan Titi Batang berhubungan erat dengan pelarangan praktik bela diri pada masa penjajahan Belanda. Melalui Titi Batang, masyarakat saat itu mampu belajar Pencak Silat secara diam-diam. Hal ini mungkin saja benar, mengingat bahwa persebaran sebuah kesenian bela diri seperti Pencak Silat sangatlah mengancam pendudukan Belanda di Indonesia. Namun, tetap saja ada kemungkinan bahwa bukanlah hal tersebut yang terjadi karena sejarah memiliki banyak sudut pandang yang berbeda-beda.


Pada dasarnya, Pencak Silat dan Titi Batang memiliki banyak keseragaman. Penggunaan tubuh dan anggota badan manusia sebagai unsur utama merupakan salah satunya. Awalnya, Pencak Silat diciptakan semata-mata hanya untuk membela diri. Pada perkembangannya, masyarakat menyadari bahwa gerakan Pencak Silat memiliki potensi keindahan dalam bentuk gerakan tubuh yang lugas sekaligus luwes yang menggambarkan upaya seseorang untuk membela diri. Hal ini menjadi salah satu faktor yang menjadi penyebab eksistensi Titi Batang dalam permainan pencak silat pelintau di masyarakat Tamiang.

Seiring dengan berjalannya waktu, semakin jarang ditemukan kawula muda yang mau melestarikan kesenian ini. Di Kabupaten Aceh Tamiang  sendiri sudah jarang ditemukan pagelaran yang mempertunjukkan Titi Batang PELINTAU. Jika tidak ada upaya dari generasi muda, kesenian ini hanya akan menjadi setitik debu dalam sejarah yang mudah dilupakan orang.







 

Jumat, 29 Desember 2023

DATUK 4 SUKU


     Tata Pemerintahan kerajaan Tamiang ditetapkan dengan bentuk Pemerintahan Berbalai (Balai kerajaan dan Balai empat suku) terdiri atas wakil Empat suku, delapan Kaum, 16 Pancar, dan 36 dengan handai Taulan serta Kerabat. 

    Dari keputusan Balai Kerajaan di Masa Pemerintahan Raja Muda Sedia lahir kata Tuah : Adat diPangku, jarak di junjung, resam dijalin & Kanun diatur.


Raja Muda Sedia : Masa Pemerintahan 1330–1352 M. Di Masa Pemerintahan Raja Muda Sedia, Kerajaan Tamiang mulai berkembang sebagai suatu kerajaan Islam berpusat di Kuta Benua, sekarang Kejuran Muda. Dan mengakui secara sah hak datuk- datuk selaku pemimpin Negeri (Kampung).

Dan lambat laun berubah menjadi Datuk empat suku, di mana salah satu tugasnya mengangkat & mengesahkan Raja Tamiang. 

Dalam Menjalankan Roda Pemerintahannya, beliau di dampingin Oleh Mengkubumi (Muda Sedinu) dengan Seorang Pemuka Agama Yaitu Tu Ampun Tuan yg berkedudukan di Batu Bedulang. Raja Muda Sedinu dan Tu Ampun Tuan hilang di dalam Persemediannya di daerah Gunung Senama setelah Kuta Benua di Bumi Hanguskan, Akibat Peperangan dengan Kerajaan Maja Pahit yg di Pimpin langsung Oleh Patih GAJAH MADA. Hancurlah kuta benua, lalu Pusat kerajaan Tamiang oleh Mangkubumi Muda Sedinu dipindahkan ke Pagar Alam.


KERETA API ACEH YANG TELAH TIADA

 

Oleh: Dr. Muhammad Gade Ismail, MA


    Pada saat ini kereta api di Aceh sudah tidak ada lagi sementara bekas- bekas yang menunjukkan keberadaanya selama satu abad lebih semakin menghilang. Jika beberapa tahun yang lalu masih banyak rel atau bangunan yang tersisa di sana sini, sekarang semakin habis meninggalkan tempatnya, entah kemana rel-rel kereta api yang diterjang usia, telah menjadi dan dijadikan besi tua. Bangunan bangunan stasiun yang tersebar di berbagai kota baik besar maupun kecil telah banyak berubah fungsinya, ada yang menjadi warung kopi atau sebagainya.

 

Kereta api di Aceh yang muncul pada perempatan terakhir abad yang lalu dan terus berjalan dengan baik selama pertengahan pertama abad ini, memasuki tahun enam puluhan mulai berjalan tersendat sendat dan pada akhirnya pada tahun 1980 sama sekali terhenti kegiatannya.

 Tulisan ini berusaha menyoroti kembali sejarah tumbuh dan berkembangnya kereta api tersebut serta peranan yang telah dimainkan sepanjang sejarahnya baik dibidang kemiliteran, politik dan ekonomi.

Munculnya kereta api di Aceh untuk pertama kali, sama sekali tidak dapat dipisahkan dari sejarah penegakan kekuasaan Hindia Belanda di Aceh.

Segera, setelah pasukan ekspedisi Belanda untuk kedua kalinya berhasil merebut Dalam/Istana dari sultan Aceh pada awal tahun 1874, untuk menunjang operasi operasi militer mereka di Kutaraja (sekarang Banda Aceh) dan sekitarnya, mereka langsung memikirkan pentingnya komunikasi dan pembagunan jalan darat yang menghubungkan Ulee lheue  dengan Banda Aceh.

Betapa pentingnya persoalan ini dapat dilihat dari campur tangan langsung Pemerintah Hindia Belanda di Batavia (sekarang Jakarta) yang pada tangga 26 Mai 1874 membentuk suatu komisi khusus  untuk mempelajari dan menyusun rencana pembangunan bidang komunikasi tersebut.

 Salah satu faktor yang mendorong pembentukan komisi ini ialah guna mencari pemecahan masalah transportasi peralatan militer dan perlengkapan antara Uleelheu dengan Banda Aceh. Dengan belum dibangunnya jalan darat  antara dua tempat itu, pemerintah Hindia Belanda mengalami banyak hambatan dalam pengangkutan barang-barang dan itu menyebabkan terhambatnya operasi-operasi militer.

Pada 26 Juni 1874 komisi yang bertugas itu membuat laporangnya dan mengusung agar di Uleelheue  dibangun dermaga tempat pembongkaran barang-barang dari kapal, dan dari sana langsung dihubungkan dengan jalan kereta api ke Banda Aceh.

 Usul ini mendapat persetujuan pemerintah Hindia Belanda dan sejak tahun 1875. Dermaga tersebut mulai dibangun dan jalan kereta api antara Uleelheu dengan Banda Aceh mulai dibuka untuk umum.

Pada tahun-tahun permulaan pembukaan jalan kereta api, meskipun panjangnya belum lagi 5 kilometer tetap  lebarnya  seperti di Jawa yaitu 1,067 meter. Pembuatan jalan kereta api ini, sejak awal pembangunan jalan kerte api, dengan jelas terlihat bahwa unsur kepentingan militer Pemerintah Belanda di daerah ini amat berperan.

 Oleh karena itu pula maka dapatlah dipahami apabila segera setelah rampungnya pembangunan jalan kereta api antara Uleelheu dengan Banda Aceh, prioritas selanjutnya dipusatkan kepada pembangunan jalan serupa ke Gle Kameng/Kambing di sebelah kiri Kreueng Aceh, jalan kereta api ini dibangun atas jalan yang telah terlebih dahulu ada, tetapi lebarnya hanya 0,75 meter. Dengan demikian, disamping jalan kereta api ini masih ada jalan yang telah dikeraskan, yang  dapat dilewati oleh pedati.

Berhubung jalan kerat api ini dihubungkan langsung dengan jalan kereta api dari Uleelheue  ke Banda Aceh yang telah dibangun sebelumnya maka jalan  kereta api yang terdahulu itupun di perkecil menjadi 0,75 meter.

Berhubung jalan kereta api ini lebih kecil dibandingkan dengan jalan kereta api di pulau Jawa, membawa penguruh bagi pengembangan kereta api ini dimasa-masa berikutnya

 Pengecilan jalan-jalan kereta api ini seluruhnya selesai dikerjakan pada tahun 1884.

Meskipun usaha membangun jalan kereta api ke Gle Kameng sampai tahun 1883 tidak berhasil dilaksanakan, tetapi usaha  itu berhasil mencapai Lam Baro dan  karena itu sejak tahun 1884 kereta api ini dibuka untuk umum.

Pembangunan jalan kerata api pertama  dari Uleelheu ke Banda Aceh yang  panjangnya 4 kilometer dan selanjutnya dari Banda Aceh ke Lam Baro yang panjangnya 7 kilometer sepenuhnya dibangun oleh zeni-bangunan pasukan Belanda.

Jalan kereta api di Banda Aceh dan sekitarnya menjadi lebih penting lagi dari sudut strategi militer Belanda ketika mulai diberlakukannya “sistim garis konsentrasi  “  di Aceh Besar.

 Kebijaksanaan umum pemerintah Belanda pada waktu itu ialah berusaha  mengkosolidasikan kekuatannya pada daerah-daerah yang telah berhasil direbutnya dari orang-orang Aceh di Aceh Besar.

Mereka pada waktu itu tidak melakukan perluasan daerah, tetapi coba mempertahankan apa yang telah mereka kuasai saja. Daerah-daerah yang dianggap telah berada di bawah kekuasaannya itu dipertahankan sekuat tenaga dari serangan serangan Muslimin Aceh.

Guna membangun sistem pertahanan di dalam garis konsentrasi,  dibangunlah beberapa benteng pertahanan Belanda. Benteng–benteng ini dihubungkan satu dengan lainnya oleh jalan kereta api.

 Di samping jalan kereta api yang telah terlebih dahulu dibangun antara Uleelheue dengan Banda Aceh, sejak tahun 1885 pembangunan jalan-jalan kereta api yang menghubungkan berbagai benteng pertahanan itu berkembang dengan pesat.

Berhubung pembangunan jalan-jalan kereta api pada periode pertama ini semata-mata untuk kepentingan militer, maka fungsi ekonominya masih kurang diperhatikan.


Pada waktu sistem garis konsentrasi dihapuskan pada tahun 1896, jaringan kereta api antara Banda Aceh dengan daerah luar dapat ditambah. Jaringan-jaringan rel kereta api yang selama garis konsentrasi dianggap penting, tetapi dengan penghapusan itu tidak berguna lagi dan oleh karenanya dihapuskan. Pada tahun 1898 jaringan kereta api antara Banda Aceh ke Lam Baro berhasil diselesaikan.

Pada tahun 1901 seluruh jaringan kereta api di Aceh Besar berjumlah 58 kilometer dan karenanya bangunan stasiun dan bengkel di Banda Aceh perlu diperluas.

 

 

 Dalam perkembangan selanjutnya ketika jalan kereta api berhasil menguhubungkan Banda Aceh dengan Langsa, dua bengkel besar dibangun di Sigli dan Langsa.

Rencana penyambungan jalan kereta api dari Seulimeum ke Pidie mulai dicanangkan Van Heutsz, Gubernur militer Belanda  di Aceh pada tahun 1898. Rencana Van Heutsz ini berkaitan erat dengan ekspedisi-ekspedisi militer yang dijalankannya ke berbagai derah Uleebalang baik ke Pidie, pantai utara atau pantai timur.

Berhubungan dengan rencana Van Heutsz ini,  sebuah komisi dari pulau Jawa yang dipimpin Ir. A.W. Wijss membuat perkiraan anggaran yang dibutuhkan untuk merealisir rencana itu.

 

 Berhubung dengan medan yang sangat berat, pelaksanaan pekerjaan itu membutuhkan biaya yang cukup besar. diperkirakan biaya lebih dari tiga juta gulden.

Meskipun jaringan kereta api amat penting artinya bagi operasi-operasi militer, berhubung dengan pembiayaan yang sangat besar , maka rencana penyambungan jalan kereta api antara Banda Aceh dengan daerah Pidie terpaksa ditunda dulu.

Meskipun demikian pembangunan jalan kereta api antara Keude Breuh dengan Sigli di sebelah lain dari gunung  Seulawah sepanjang 18 kilometer berhasil diwujudkan pada tahun 1899.

Van Hautsz yang berkunjung ke Batavia (Jakarta) berhasil menyakinkan pejabat pemerintah Hindia Belanda di sana tentang arti penting pembangunan jalan kereta api di sepanjang pantai utara dan timur Aceh.

Menurutnya, pembangunan kereta api itu tidak saja menunjang tujuan-tujuan militer tetapi juga akan sangat menunjang politik “pasifikasi” yang dijalankan pemerintah Belanda di Aceh melalui perbaikan perekonomian rakyat.

Selain itu perbaikan sarana jalan ini juga dapat dipergunakan untuk menarik minat penanaman  modal asing ke daerah Aceh.

Rencan Van Heutsz ini mendapat persetujuan dari pemerintah Belanda di Batavia dengan pemberian angaran  untuk perpanjangan jalan kereta api antara Sigli  ke Lhok Seumawe pada tahun 1900.

 Berhubung jalan utama kereta api ini harus melalui kenegerian Samalanga yang pada waktu itu masih melakukan perlawanan  yang keras terhadap kekuasaan Hindia Belanda,  barulah pada tahun 1904 jalan kereta api itu berhasil dibangun.

Dari jalan utama itu suatu cabang dari Beureunuen ke Lammeulo(sekarang: Kota Bakti – TA)  berhasil dibangun pada tahun 1913.

Pembangunan jalan kereta api dari Lhok Seumawe ke Idi dan ke Kuala Langsa dalam tahun-tahun berikutnya, meskipun berlangsung secara perlahan-lahan, sedikit demi sedikit berhasil juga dibangun dengan sempurna.

Jalan kereta api yang tersisa, yang belum dibangun antara Seulimeum dengan Keude Breuh, dimulai pembuatannya pada tahun 1903 dan pada tahun 1908 berhasil diselesaikan.

Dengan demikian sejak tahun itu, jaringan kereta api dari Banda Aceh berhasil dihubungkan dengan daerah Pidie, Aceh utara dan Aceh timur.

Pada tahun 1910 diputuskan untuk meneruskan pembangunan jalan kereta api dari Kuala Langsa ke Kuala Simpang, dan sejak 1912 sampai ke Pangkalan Susu, jaringan kereta kapi Aceh berhasil dihubungkan langsung dengan kereta api Deli sejak tahun 1919.

Dengan penggalangan ini berarti kereta api Aceh yang pada mulanya dimaksudkan untuk kepentingan-kepentingan militer saja, berubah fungsinya menjadi sarana  penting dalam kegiatan ekonomi

Komoditi ekspor baru seperti karet dan kelapa sawit yang mulai dihasilkan oleh daerah Aceh timur sejak pertengahan   kedua abad ini dengan mudah diangkut kepelabuhan pengekspor,  baik melalui Kuala Langsa maupun pelabuhan Belawan di Sumatera Utara.

 Disamping itu berbagai produksi rakyat setempat dengan mempergunakan kereta api lebih mudah mencapai pasar.

Bagaimana sikap masyarakat Aceh terhadap munculnya kereta api di daerah ini, adalah persoalan yang menarik juga untuk dibahas. Secara garis besar terdapat dua bentuk dalam dua periode waktu, sesuai dengan pola kebijaksanaan kolonial dalam bidang perkeretaapian di Aceh.

Pada periode pertama pembangunan jaringan kereta api itu, sampai kira-kira dengan tahun 1910, dimana pemerintah kolonial lebih menitik beratkan sebagai alat pasifikasi, yang menunjang operasi-operasi militer, masyarakat Aceh memandang kereta api sebagai alat yang dipergunakan untuk menaklukkan mereka.

 Oleh karena itu dapatlah dimengerti apabila masyarakat Aceh, kaum pejuang merusak jalan-jalan kereta api tersebut. Akibat seringnya terjadi pengrusakan tersebut menyebabkan hampir setiap kali rangkaian gerbong kereta api yang mengangkut penumpang dan barang yang akan menuju sesuatu stasiun tujuan, terlebih dahulu didahului oleh sebuah lokomotif khusus dan tersendiri yang bertugas untuk memeriksa jalan.

Apabila keadaan jalan cukup aman, barulah rangkaian kereta api yang dibelakangnya dibenarkan untuk bergerak jalan.

Pembongkaran jalan-jalan kereta api dan jaringan telepon yang dilakukan oleh Muslimin Aceh tidak hanya terbatas pada pengrusakan yang dilakukan dengan alat-alat sederhana saja, tetapi juga dilakukan dengan meledakkan dinamit.

Tampaknya keahlian mempergunakan bahan peledak yang diajarkan oleh seorang warga Amerika Serikat kepada para pejuang Aceh sejak awal peperangan berhasil dikuasai dengan baik.

Warga Negara Amerika Serikat yang dimaksudkan ialah shepperd, yang selama delapan tahun berturut-turut sebelum pecahnya perang Belanda di Aceh berdiam di Samalanga.

 Setelah masuk Islam  dan menunaikan ibadah haji ia berganti nama Haji Husein. Sejak awal perang ia mengajarkan orang-orang Aceh untuk mempergunakan bahan peledak.

Pada waktu Teungku Chik Di Tiro mulai membangkitkan perlawanan di Pidie, ia menjadi orang yang dipercayai untuk mengurus perbekalan perang dari Pulau Pinang dan Singapura

Sikap kedua masyarakat Aceh terhadap kereta api ini, dalam periode ketika peperangan sudah mulai reda, dapat dikatakan bahwa mereka mulai dapat menerima kehadiran kereta api sebagai alat yang memudahkan mereka bergerak dari satu daerah ke daerah lain.

 Meskipun selama perode ini beberapa kali terjadi, personil kereta api dibunuh oleh orang-orang Aceh, baik terhadap petugas stasiun, kondektur dan sebagainya, kejadian ini termasuk ke dalam kerangka “Aceh Modern”, atau pembunuhan yang dilakukan orang-orang Aceh terhadap pegawai-pegawai Belanda karena semangat anti kafir.

Sikap kedua ini tercermin dan bertambah banyaknya penumpang dan barang-barang yang diangkut dengan kereta api setiap tahun.

Seperti diketahui bahwa sejalan dengan pertumbuhan kereta api, sarana jalan mobilpun mendapat perhatian pemerintah pada waktu itu. Keadaan ini menyebabkan terjadinya persaingan di antara angkutan  mobil dengan  kerata api.

Menghadapi persaingan ini tarif angkutan kereta api beberapa kali mengalami penurunan. Meskipun demikian hanya sampai tahun 1938 dan 1939 kereta api di Aceh masih membawa keuntungan untuk perusahaan tersebut.

Kereta api di Aceh yang muncul sebagai produk kolonial sejak awal Belanda di Aceh sampai dengan berkhirnya kekuasaan Belanda pada tahun 1942 dapat berjalan dengan lancar.

 Peranan kereta api sebagai sarana penunjang maksud-maksud militer dan ekonomi masih terus berlanjut selama masa pendudukan Jepang. 1942-1945. Hanya saja perlu dicatat bahwa beberapa jembatan penting dihancurkan oleh pasukan Jepang pada waktu mereka berusaha memasuki Aceh. Jembatan-jembatan ini kembali diperbaiki pada waktu Jepang menduduki Aceh.

Pada waktu tentara Sekutu berusaha mendaratkan pasukan di Indonesia pada akhir Perang Dunia II, beberapa stasiun perbengkelan dan jembantan kereta api di Aceh juga menjadi sasaran pemboman pesawat Sekutu.

 Dalam pemboman yang ditujukan terhadap bengkel kereta api di Sigli, seorang pegawai Jepang yang bekerja di sana mati terkena bom sekutu tersebut di bawah sebuah mesin bubut Gasudenki, dan sampai sekarang kuburan itu masih belum dipindahkan ke tempat lain.

Kerusakan-kerusakan yang diakibatkan oleh bom tentara Sekutu itu menjadi hambatan yang cukup besar bagi perkembangan kereta api di Aceh pada masa-masa sesudahnya di zaman kemerdekaan.

Dalam alam kemerdekaan kereta api menjadi urusan Djawatan Kereta Api (DKA),  seterusnya berubah menjadi Perusahaan Jawatan Kereta Api (PJKA) dan berubah lagi menjadi Perusahaan Negara Kereta Api (PNKA).

Dalam masa ini kereta api amat berperanan dalam bidang ekonomi baik untuk alat pengangkut barang maupun penumpang.

Berhubung kereta api Aceh yang memiliki lebar jalan cukup kecil dibandingkan dengan kereta api di pulau Jawa yang juga cukup tersendat-sendatnya penggantian material yang dibutuhkan mengakibatkan terjadinya peleburan dari Exploitasi Aceh menjadi Inspeksi yang dimulai sejak 4 April 1972 digabungkan dengan Exploitasi Sumatera Utara dengan Kantor Inspeksi berkedudukan di Langsa

Sejak tahun enam puluhan kereta api yang menghubungkan Banda Aceh dengan Sigli  mulai mengalami hambatan karena kurang tersedianya lokomotif dan pemeliharaan jalan yang tidak memadai

Memasuki tahun tujuh puluhan, jalur kereta api ini menjadi terhenti, sementara itu kereta api antara Sigli  dengan Lhokseumawe dan Besitang masih dapat dipertahankan, tetapi pada akhirnya jalur ini juga mengalami kemacetan.

Pada tahun 1978 hanya lintas Langsa dengan Kuala Langsa sepanjang 9 kilometer yang masih dapat berjalan. Sejak 2 Mei 1980 lintasan terakhir yang pendek itu pun pada akhirnya terpaksa dihentikan karena lokomotif terakhir yang selama ini menjalani trayek itu rusak dan tidak mungkin diperbaiki kembali.

Dengan terhentinya trayek itu seluruh kegiatan kereta api di Aceh yang dimulai dari kilometer kilometer pertama pada tahun 1876 berasal dari dermaga di Uleelheue  pun  terkubur yang tertinggal sekarang ini hanyalah jejak bekas yang semakin berkurang pula dan bukanlah hal yang mustahil pada suatu saat nanti yang tinggal hanyalah gambar gambar yang ada di dalam buku buku saja.

 

 

( Sumber : Atjeh Post , Minggu Kedua September 1989  halaman  VI).



Minggu, 19 November 2023

PANGLIMA TALAM


        Dalam tata hubungan kerja antara “Raja” dengan pembantunya, yang disebut dengan para menteri, staf khusus, staf ahli, tim ahli, badan-badan, kelompok kerja, panglima militer, kepala kepolisian, Kepala Kejaksaan, disamping ada yang profesional, kompetensi tinggi, wisdom, punya akal sehat yang tetap terjaga, tetapi banyak juga yang hanya punya modal ibarat panglima talam,

        Senang menyajikan makanan dan kue-kue yang dibawanya di atas talam, tentu dengan lezat cita. Padahal sebagai panglima tugasnya bukan membawa talam berisi makanan, tetapi mengawal,  menjaga keamanan dan keselamatan Raja. Tatapi supaya mendapat pujian Raja, tidak ada persoalan, dia yang membawa talam.


    Memberikan laporan yang bagus-bagus saja. Jika ada masalah disembunyikan dengan rapi dengan berbagai cara. Raja senang, panglima talam pun kembang hidungnya.

    Memberikan masukan kepada Raja, sesuai dengan pikiran dan kapasitas berpikir sang Raja. Sehingga Raja tidak merasa berat dalam menyelenggarakan roda pemerintahan. Panglima talam pun disegani dan ditakuti pembantu Raja.

Membiarkan sesuatu yang salah yang disampaikan Raja!pada rakyatnya, karena panglima talam tidak mau ambil resiko tidak disenangi Raja.

Mampu menciptakan puji-pujian dari negara asing, karena luasnya pergaulan panglima talam dengan negara-negara yang ingin menggerus kekayaan alam negaranya

Karena takut miskin setelah tidak lagi jadi panglima talam, maka mumpung dekat dengan Raja, memupuk asset, kekayaan, seluas-luasnya, dan sedalam-dalamnya.




Panglima talam dengan kecakapannya meyakinkan Raja, sering menakut-nakuti rakyatnya yang membuat rakyat terpecah belah. Jika ada organisasi masyarakat yang dianggap membahayakan eksisitensi ‘Raja’ dan panglima talam  dengan framing membahayakan keselamatan bangsa dan negara tidak segan-segan dibubarkan.


Mampu mengkondisikan situasi dan kondisi yang membuat ‘Raja’ terpengaruh bahwa hanya rajanya saja yang telah berhasil membangun. Raja-raja sebelumnya tidur panjang.
Panglima talam dapat meyakinkan ‘Raja’ atau juga ‘Raja’ punya pikiran yang sama, mengutamakan pembangunan infrastruktur secara besar-besaran. Pembangunan manusia nanti, setelah infrastruktur selesai. Karena di infrastruktur ada sesuatu yang diperoleh, yang  tidak di dapat jika membangun SDM.


Karena ada perubahan konstitusi di kerajaan tersebut, dimana ‘Raja’ dipilih setiap 5 tahun sekali dari kalangan turunan keluarga ‘Raja’ dari ratu maupun selir ‘Raja’, maka panglima talam sangat berperan dan mampu memoles ‘Raja’ menjelang PilRa (Pemilihan Raja) sebagai petahana periode kedua, dengan membuat design bagi-bagi sembako, bagi-bagi sepeda, bagi-bagi uang, bagi-bagi lahan, bagi-bagi kartu, yang dananya dari rakyat, CSR BUMN dan pengusaha relasi panglima talam.

Dalam debat petahana ‘Raja’ dengan calon ‘Raja’ di lapangan terbuka, sang panglima talam teganya memberikan data dan fakta yang salah pada Raja. Dengan bergairahnya Raja menyampaikannya di kerumunan rakyat. Akhirnya rakyat tahu fakta dan data yang disampaikan bohong. Tapi sang Raja tidak peduli, dan para panglima talam tiarap, diam seribu bahasa. Mungkin Raja berfikir hanya sedikit rakyat yang tahu dia bohong, sebagian besar tidak mengetahui. Karena semua saluran informasi sudah disumbat.

Rakyat diminta jangan menggosip. Jika yang disampaikan Rajabtidak benar jangan disebarkan. Berlaku pepatah, biar pecah di perut, asal jangan pecah di mulut.

Si panglima talam sudah berhitung, kalau yang terpilih adalah turunan Raja yang lain, pasti akan diadili dan masuk penjara, karena terlalu banyak dosa pada rakyatnya.

Yang hebatnya, ternyata sang Raja mengetahui semua gerak gerik, gaya, dan tipu muslihat sang para panglima talam. Tetapi Raja membiarkan bahkan turut menikmatiya. 


Jumat, 10 November 2023

JAMPI TEMIANG





Ci kuwaci,kuwaci,lime koci,nyonya pergi nyuci,
tuan motong roti,je jerongo jerango 
Alo Kupang,bulu Batak 
bulu babi anak raje di payongi,
tak kuncel lewe lewe,
tak kuncel lewe,,semalam lagi


Bang sebambu kuwale sambau,

hujan Bulut mandi Katong,

sireh jawab pinang jawe,

Minte balot tuan puteri


Jampi kunyet,

MET ku Janet

Ku Janet due kunyet

Satu telentang

Satu telungkup

Kalo telentan kene sipolan

Kalo telungkup kene sipolen,,,,,

Sedue tige empat lime enam tuuuuuujoooh


Jampi nyapu lebah

Dayangku bejaje bawang

Bawang dijaje bawang rupie

Dayangku jangan cek ingat pulang

Takot marah raje mude sedie


Ayun ayun buah sentayun

Selemba betarok mude

Mae le hati bunge kuayun

Dayang nak pulang pulanglah juge

 

Dari le paok sampe kepematang

Tetaple cengal kudado kemudi

Dari jaoh sibujang nan datang

Kehulu Temiang jage negri

 

Balerong bale mu raje

Ketige bale mu Mentri

Adel Adel le hukom mu raje

Karene le raje punye negri

 

Si Akong begumbak Mirah

Kene le jerat sireje wali

Kami begantong ku Allah

Serte berungkek ke nabi

PANTUN TEMIANG



tanam padi di dalam belang
nanti masak bebilang taon
kalo pande jadi urang
rejeki secupak makn setaon
 
diantare padi dengan selseh
mane satu tuan lurotke
diantare budi dengan kaseh
mane dulu tuan turotke
 
bia urang betanam buloh
kite cukop betanam padi
bia urang betaanam musoh
kite cukop betanam budi
 
kalo kite betanam padi
senanglah makan adek beradek
kalo kite betanam budi
urang yang jahat jadi baek
 

”Rempahkan Bumi, Pulihkan Dunia”





HIKAYAT RANTO – Kisah Perantauan Masyarakat Pidie ke Pantai barat-selatan Aceh Tempo Dulu


HIKAYAT RANTO

Karya :  Leube Isa alias Leube Bambi, Pidie,(Aceh)



Aslinya dalam huruf Arab Jawi/Jawoe

#Alih aksara dari huruf Latin ejaan Belanda ke Latin EYD


Oleh : T.A. Sakti


Pengantar Singkat:

Perantauan orang Pidie dan Aceh Besar ke barat-selatan Aceh tempo dulu terekam dalam Hikayat Ranto dan “situs” Kota Blang Pidie di sana. Kemudian, setelah barat-selatan Aceh padat penduduk, perantauan orang Pidie dan Aceh Utara beralih ke Aceh Timur dengan istilah populer “Jak u Timu”(merantau ke timur). Sejauh yang saya pahami belum dijumpai Hikayat Aceh mengenai kisah ini. Tapi terekam dalam disertasi Dr. Muhammad Gade Ismail: “Seuneubok Lada, Uleebalang dan Kompeni”.



( Hikayat Ranto, sengaja saya posting  Senin, 25 Ramadhan 1441  H/ 18 Mei  2020  hari ini, dalam rangka memperingati  36  tahun musibah lalulintas yang saya alami pada  Sabtu, 25 Ramadhan 1405 H/15 Juni 1985 M  di sekitar Kalasan, lebih kurang 8 km sebelah timur kota Yogyakarta. 

Saat itu, saya serta  konvoi mahasiswa Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta  dalam perjalanan pulang terakhir, setelah menyelesaikan tugas Kuliah Kerja Nyata (KKN-UGM) di kabupaten Boyolali, Jawa Tengah.


 Saya, T.Abdullah Sulaiman serta beberapa teman ditempatkan di desa Guli, kecamatan Nogosari. Begitulah,…sekejab setelah melintasi Candi Prambanan pada siang yang panas dan mulai musim “mudik Lebaran”, serta  dalam suana ‘puasa tua’ sekitar pukul 13.11 WIB , sepeda motor HONDA saya yang dikemudikan Joko Supriyanto ditabrak mobil colt barang/tivi.  Alhamdulillah, hingga saat ini saya beserta keluarga dalam keadaan sehat-sejahtera. Semoga Rahmat Alllah senantiasa menyertai saya sekeluarga dan para pembaca Wa yang budiman semuanya!. Aamiinn!!!.


 HIKAYAT RANTO, mengisahkan kehidupan anak manusia lebih seabad lalu yang umumnya dari wilayah Pidie , yang mengadu untung dengan merantau ke belahan Barat-Selatan wilayah Aceh sekarang.  Hikayat ini menjelaskan, bahwa upaya memperbaiki nasib di rantau tidaklah semulus yang diharapkan. Bahkan lebih banyak  gagal dibanding yang berjaya.Namun, para perantau dari Pidie terus mengalir bagaikan air.


 Hikayat Ranto menjelaskan, bahwa pemicu merantau itu disebabkan  rasa malu hidup miskin, yang selalu dilecehkan isteri dan sindiran mertua.


 Pemuatan Hikayat Ranto  dalam Wa ini  saya terasa tepat, mengingat musibah yang saya alami juga terjadi  ketika saya sedang “menjaring nasib” di perantauan Yogyakarta. T.A. Sakti)




Bismilahirrahmanirrahim

Nyoekeu Isim lon boeh sinoe

Subhanallah walhamdulillah,Tuhan nyang sah qadim sidroe

Meuha suci deungon puji,Tuhanku Rabbi wajeb sidroe

Suci ngon pujoe sabet bak Tuhan, Laen nibak nyan geuceula dumnoe



Tuhan geutanyoe amat tinggi, Laen ’abeudi hamba barangsoe

Baranggari dum meukhluek, Nyang sabe duek lam donya nyoe

Kaya gasien hamba Tuhan, Seukalian alam dum barangsoe

Meuseuki ulat nyang lam batee, Bahle meusilee leumah cit droe



Meuhat raseuki dum bak Allah, Leungo lon peugah wahe adoe

Seupeurti ban fireuman Tuhan, Dalam Qur’an takalon keudroe

Wama mindabbatin fil ardhi, Illa ’alallahi rizquha

Makna meuphom dum bak sahbat, sit bingong that ulon sidroe



Sabab rindu deungon deundam, Nyoe lon karang peu-ubat ate droe

Digob geukarang deungon awe, Ladom geurante deungon taloe

Dilon lon karang dalam  ate, Lon rawe-rawe lam dada droe

Loncok daweuet deungon keureutah, Teuma lon kisah keu pi-e droe


Supaya jeuet keu ibarat, Jeuet seulamat dua nanggroe

Geutanyoe at udeb dalam donya, Dua peukara hantom sunyoe

Saboh bagoe tuntut ileumee, Mita guree nyang peuhareutoe

Dua bagoe mita hareukat, Tapileh pat laba rugoe



Meung bek Teungku jalan salah, Banci Allah keu geutanyoe

Lon peuingat dum syeedara, Tuha muda aduen adoe

Leumah akai ubak hate, Ji tamongle lam dada droe

Taleungo nyoe lon peuhaba, Agam dara aduen adoe



Bekkeu dawok ta meututo, Ingat hai po dum geutanyoe

Meuseuki uroe meuseuki malam, Ingat keu untong akhe dudoe

Aduen adoe tuha muda, agam dara dum sinaroe

Dara agam kaya gasien, seumayang teelan dum bek sunyoe



‘Ohtroih umuteu siploh thon, wajeb ta seuon nyang limong peue

Cahdat seumayangpuasa jakeuet, haji teuma jeuet geunap limong peue

Jakalee han ek tajak u Makah, taseumah nang eumbah geunab uroe

Tameuseulaweuet tabri seudeukah, nyanpi roe sah ampon deesya droe



Apui Nuraka jimeusumpah, deumi Allah han jipeutoe

Suloih nyang akhe beutabeudoih, di awai suboh lam jaga droe

Pinto langet tujoh lapeh, yohnyan habeh dum teubuka keudroe

Tameulakee ubak Tuhan, neutulak han baranggapeue



Di lon teelan kupeuingat, lon nyoe sisat malam uroe

Tameulakee bak sunggoh ate, ie mata ile sajan meutaloe

Taleueng  jaroe tangah u langet, Araih taniet rab geutanyoe

Kaureuna Araih rahmat sinan, peureuman Tuhan taleungo jeunoe



Jadonllahi foeka oidihem, ingat dalem makna jeunoe

Poteu peutroih peue nyang hajat,nyang meukeusud  wahe adoe

Sipeureuti ban peuruman Allah, bek  taubah harab geutanyoe

Ud’uni astajib lakom, Tuhan neukheun keu geutanyoe



Meung jimeuhon hamba bak kee, peue jilakee kubri jeunoe

Peuruman Tuhan hana khali, hadih nabi sajan meutaloe

Man talaba syai’an jadda wajada,, makna ji teuma tapeuharetoe

Meung na jituntut sunggoeh ate, meuhat geubri beksyok  geutanjoe



Haba lon nyoe sang aziumat, le that mupeu’at soe tem pakoe

Amabakadu dudoe nibaknjan, njoe kurangan phon kumula

Kurangan keu ureung lakoe, bungka di nanggroe  tuha muda

Tinggai  nanggroe deungon Ma wang,  jak lam utan dum cut raya



Tuhan  peujeuet nanggroe rantoe, sinankeu laloe manusia

Aceh Pidie tunong baroh, le that gadoh dalam  rimba

Peuebu sabab nyan jeut meunan, leungo teelan  lon  calitra

Sabab jipateh iblih syaitan, siribee ban jipeudoda



Jigusuek di ulee jisaih di glunjueng , teuma di tamong u lam dada

Limong peukara jeut jiyue dilee, leungo sampee lon calitra

Phon-phon jiyeu meu’adoe-angkat, ke dua mumadat he syeedara

Keulhee jiyue tameu Judi, teuma pancuri akhe dudoe


Kupeuet jiyeu tameusabong, that meu untong jalan gata

Limong jiyeu tameurebot, ngon  nyan toek  limong peukara

Taleungo nyoe wahe adoe ,seksa dudoe  lam neraka

Teuduek ohnan saboh pangkat, jeunoe lon sambat laen haba



Nanggroe ranto na tatuban, keusukaran dum peukara

Watee saket aloh-alah, apoh-apah hanteu kira

Tabalek wie tabalek uneun, sapeue pih tan na tarasa

Lon boh jeunoe saboh ca- e, na tatukre he syeedara



Boh pisang mas masak di lubang

Makanan cicem si barau-barau

Meutuah tuboh meuteumei riwang

Jakalee malang mate di rantau




Beuneung raja di dalam paya

Limpah cahaya langet bumoe

Ku eh han teungeut kubleut han jaga

Pajan masa kuteumei woe


Adak na sayeub kuteureubang, yeum beureujang troh u naggroe

Tinggai sidroe baranggajan, rakanpi han jitem peutoe

Apuipi  tan  jujeepih han, kutika yan dawok tamoe

Adak na pade dalam keupok ,hana soe tumbok pakri jinoe


Takeumeung yue gob hana sidroe, toh pakri proe tapeulagee

Yohnyan teuingat nyan keu Ma wang, teuingat yohnyan keu istri droe

Adak  han kujak masa dilee, na soe peulagee  jan   mumeunoe


Amabakdu bacut lon seubut, bek that lupot ureueng binoe

Na taleungo putroe mutual, hankeu leupah bungka judo droe

Allah Allah Nyak  sambinoe, keu lakoe bek paleng muka

Adak na  taeu dalam uteuen, taseumpom teupeuen taro ie mata



Adak proe teungoh tapuminyoe, taeh tamoe dalam tika

Nyan dum saket dengom mangat , nanggroe barat he syeedara

Lon peurasa  sit ka dilee, sipu malee lon peuhaba



Adak tan tajak nyan u barat , dalam surat  taeu nyata

Beuthat taweuh keu ureng lakoe, he ureueng binoe tuha muda

Aduen adoe rakan sahbat, beutaingat  cut  ngon raya

Keu  ureueng lakoe beuthat tahiro, ingat he po si umu donya



Beutapikee maseng keudroe, leupaih lakoe dalam rimba

Uroe malam hana teungeut, lam teuingat po keu gata

Lah bak pihak tan peue puwoe, ate teugoe-goe nyan keu gata

Masa tajak  jok saboh kruboih, ngon peunajoh linto bungka



Untong-untong ngon tajak intat, bungka u barat gampong gata

Laen nikak nyan pi teuingat , ranup lipat ban sikada

Padum teelan ngon bu kulah, masa meulangkah u kuala

Tajak Polem beuseulamat, beutaingat Poma ka tuha



Mata  ka seupot geulinyoeng ka tuloe, beurijang tawoe tajak tanom Ma

Untong di nanggroe sapeue pakat,  oh troih u barat laen kira

Meunan jikheun yoh dinannggroe ,oh troih u ranto pungo gila

Meukeude pi tan lampoih pi han, pat na glanggang jijak mita



Meunan-meunan gadoh nanggroe,pike adoe tuha muda

Jitinggai  aneuk deungon nang eumbah, masa jikeubah han jikira

Ladom galak bak Meukeude, ladom po Leube pula lada

Bitpi galak bak meukeude, le nyang leube pajoh riba



Meukat apiun ngon gala ran, laba teelan Baraga na

Gala lam jaroe laba jilakee, nyankeu sampee jeuet keuriba

Apiun jiplah ngon timangan, nyanpi tuwan deesya raya

Nyang meukeude le nyang hareuem, sisat bandum sagai donya



Meukat apiun ngon galaran,keu lhee teelan reuyeue meulaba

Meunan nyang le nanggroe ranto, meuseuki he po malemji na

‘Ohtroih u ranto tan Seumayang tuwo keu Tuhan dum teurata

Masa disagree jiseumayang, jeunoe jibuang han jikira



Hana hiro keu ibadat, bandum sisat leube nyang na

Nyang that leubeh tahareukat, wahe sahbat LAMPOIH LADA

Adak na reuyeue bek tasambat, beuteutakot nyankeu deesya

Laen nibak nyan po damage siwa adoe tanoh paya



Lompi soe bloe LADA lam bak, hareuem mutual teungku raja

Adak tabloe teungoh meubungong, han peue tanyong nyanpi riba

Dilon Teungku kupeuingat, lonpi sisat leubeh bak gata

Dumna nanggroe le nyang meunan, bukon teelan lon peurbula



Malem-malem nyang meukeude, glanggang rame jibri beulanja

Jibri pangkaikeu ureueng meutajoe, bukon adoe pungo gila

Meuseuki malem jeuet beuet ‘Arab, rugoe kitab Seumayang hana

Jareung-jareung na seumayang, buleung limong he syeedara



Tabri manok keu ureung meutajoe, bukon rugoe amai gata

Tajok peudeung keu ureung meureubot, wajeb meuhat  deesya gata

Taplah apiun ngon timpangan, nyanpi teelan sama juga

Samaih digob digata  sikatoe, bukoen rugoe sia-sia



Meuih ngon pirak ureueng binoe, lam donya nyoe lesoe hawa

Tuntut donya ureueng sisat, bek  he sahbat galak  gata

Peureuman Tuhan hana khali, hadih nabi hana reuda

Addunnya  djifaton watalibuha kilabon, makna muphom ubak gata


Jinoe makna teungku tapham, di lon bingong ate buta

Kaureuna sabab eleumee kureueng, lom ngon budueng  akai hana

Donya  that khieng nibak bangke, ureueng nyan tuntut anjeng nama

Maken tatuntut maken meureulop, maken taturot maken jiba



Padum-padum ureung tuntut, ban meukeusud jih han ek  na

Patah gakI  puntoeng  jaroe, han jitem troe  nafsu hawa

Meunan nyang le iblih tipee, hana jithee tuha muda

Miseue  sidom eu meulisan, nyuem jipeureulan ngon peudana



Pruetpi han troe jihpi mate, meutindeh bangke ban sineuna

Saboh nafsu ban bubayang, meuse tadong teungoh luha

Maken tapeucrok maken diplueng, meuse ie kreung u kuala

Meung han get niet bak hareukat, ingat sahbat sisat gata



Meuseuki  teelan bak meununtut, meung bek po cut deungon riya

Aduen adoe rakan sahbat, beutaingat dum syeedara

Tahareukat bak meusampe, bek keu tabri ceuma leuta

Adak mate bunda ngon ayah, tabri seudeukah jeuet keu pahla



Meunghan meunan wahe adoe, khanuri rugoe sia-sia

Teugoe takalon na khanuri, sang kasahle keu ayahnda

Gatapi mate hareukat payah, page balaih dudoe Nuraka

Meung han get niet bak hareukat, ingat sahbat dudoe teuka



Malingkan Mawot jak tueng nyawong, nyang phon keunong teuka cuba

Hingga datang ‘an kiyamat, cit lam ‘azeueb he syeedara

Di Aceh kon troih u ranto, meunan he po tan meutuka

Meunan teelan bandum nanggroe, troih ‘an jinoe reuyeue meulaba



Meung na areuta get peukayan, wareh rakan that mulia

Meungtan areuta lagi gasien, keuhinaan bak syeedara

Adak istri teungoh baleh, maken leubeh hina keu gala

Bak tuan tha han peue peugah, breueh nyang mirah nyan di mita



Boh seulimeng  ngon eungkot brok, nyan keuh jijok po keu gata

Campli cina eumpeuen beurijuek, nyan dipuduek unab gata

Teuduek haba nyan ohnan dilee, jeunoe sampee laen calitra

Amabakdu dudoe nibak nyan, muwoe kurangan bak  ayah bunda



Masa jijak  roe sit kutham, jipateh han aneuk boh ate

Roe kupaban aneuk ku saboh, kuniet ka gadoh dalam luweuek  gle

Meunan di Poma keu geutanyoe, dawok neumoe meu’eh tanle

Meung ka teu’ngat neuseubut Allah,ie mata limpah sajan ile



Ie mata srot seun-seun siploh, basah tuboh neusampohle

Beutaingat aduen adoe, bekkeu laloe dumteu sare

Aneuk cut raya nyan di Aceh, meung jipreh-preh tokteu hanle

Adak di Nang eumbah han peue peugah, sit lam gundah gata tanle



Nyampang-nyampang neupajoh mangat, yohnyan teuingat ie mata ile

Adak  na gaseh deungon sayang,  dumteu tuan bek laloele

Laen nibak nyan leungo lon peugah, leungo beusah dumteu sare

Nang eumbahteu syik po di nanggroe  meung neupreh woe gata boh ate



Adak na aneuk hanpeue  peugah,  jiteuoh ayah peutang page

Wahe Mapo Ma mutuah , hoka ayah ku eu tanle

Ban po Maji leungo saura meunan, han muban-ban ie mata ile

Wah aneuk po aneuk mutuah,  hanale ayah ka leupah u gle



Treb ka leupah aneuk u barat,  hana geu’ngat keu gata boh ate

Rumoh tireh han soe peudab, ayah gata that buta ate

Aleue patah bubong teuhah, paleh ayah aneuk boh ate

Umong diblang hansoe meugoe, bahle deuek-troe gata boh ate



Geudong dinanggroe badan payah,meutamah sosah dalam ate

Ranub pineueng gapu bakong, seunawak pinggang breueh ngon pade

Peunajoh  mangat aneuk di barat, geuduek teutap gata tanle

Meunankeu narit ureueng binoe, keu geutanyoe dumteu sare



Adak na jitakot keu Poteu Allah, hana ubah nibak ate

Tinggaikeu aneuk po di nanggroe, ruya-ruyoe han sapeuele

Nyampang-nyampang gob woe di peukan, ta eu teudong-dong weuehkeu ate

Teuma geubri eungkot saboh, puwoe po jroh tapajohle



Maji kalon eungkot bak jaroe, meutaloe-taloe ie mata ile

Jibeudoih duek jiseubut Allah, ie mata limpah bak dadale

Nyandum peukateun  di ureueng binoe, di ureueng lakoe buta ate



Jan Uroe Raya ngon Makmeugang, teuduek-teudong nyan di pante

Duek reunyeun jeh duek reunyeun nyoe, Poma jimoe rusak ate

Teuma geubri sie na bacut, puwoe nyak cut  u rumohle

Poma ji eu sie bak jaroe, neu leumpaih droe tumbok ate



Bu oek di ulee meugeureubang, teuoh keu untong beureujang mate

Sabab ji ingat nyang ka leupaih, hana gundah tinggai boh ate

Bukon that som agam mutuah, aneuk jikeubah bahle mate



Adak na Wali nyan di nanggroe, ‘asa uroe baro jiteuka

Jijak euntat sie sigupang , jiboh sajan U sitangke

Hana sapeue laen nibak nyan, ji tijik pisang saboh sisi

Bitpi dumnan bungong jaroe, seuluweue keu adoe saboh jibri



Masa nyan Poma ate ji bicah, teuingat keu ayah aneuk boh ate

Na meubunyoe gob peuhaba, rab geubungka teungoh ili

Teutapi bungka kon geuriwang,mita glanggang pat na rame

Beurayek meu’ah Teungku Ampon, untong lon sibagoe lagi



Uroe Raya peukayan tan, keutiwasan aneuk boh ate

Di aneuk gob ija peudandang,kasab meujuhang seuluweue meucangge

Di aneuk kee bek ‘an  mirah, meung ija puteh han ek kubri

Sare beungoh lheueh jimanoe, teuma jiwoe bak bundale



‘Oh sajan troih nyan u rumoh, lakee meu’ah deesya page

Jicom di teuot seumah di gakI, teuma ie mata sajan ile

Allah Allah aneuk mutuah, kupaban bah jantong ate



Bukon paleh ureueng di barat,han ji ingat u nanggroele

Baranggasoe mei geuteuoh, isib gadoh beuhanyot bangke

Aneuk prumoh han ji ingat, meu’adoe angkat meuse kaphe

Nyankeu ureueng paleh sabe, seurapa Nabi dudoe page



Meunan teelan bandum nanggroe, di lon adoe  rasa sabe

Habeh haba di ureueng lakoe, ureueng binoe jinoe takira

Sabab leupah lakoe u barat, ureueng binoe that jithok ate

Paleng mukaji keu lakoe, nyang jeuet jiboih droe peuturot ate



AMABAKDU dudoe nibak nyan, taleungo teelan tuha muda

Peuebu sabab leupaih lakoe, wahe teungku droe peudeh pinta

Haba pansie geunab uroe, ureueng lakoe tan beulanja

Ija mirah gleueng di gakI, meung han tabri hina gata



Euncien peurmata po bak jaroe, laen adoe ulee ceumara

Bahle meunan keu jih tap woe, di geutanyoe bahle ta bungka

Tinggaikeu jih po di nanggroe, geunap uroe peuseutet hawa

Adak na eumbah han ji larang, han ek jitham aneuk dara



Ureueng binoe malee hanle, keureuna akhe umu donya

Nyankeu sabab han that jiwoe, keureuna bunyoe keuji nama

Jitem gaseh keu ureueng laen, hana disyen keu Judsonia

Ureueng binoe la’eh iman, keu lakoe han cintaguna



Meung that lut’ok jheuet peukayan, jayeh teelan ji eu rupa

Keureuna sabab luring bak Nang, keu lakoe han jitem kira

Adak gasien hanpeue peugah, maken leubeh lom me Uganda

Na taleungo po nyak sambinoe, taleungokeu nyoe po jroh rupa



Hana paidah rupa sambinoe, meung tan lakoe keupeue guna

Tamse ija plang tatroih lam peutoe, meung tan tangui keupeue guna

Ijapi tuha gatapi  syik, puteh ngon  oek di keupala

Teulhoh ngon gigoe keundo ngon kulet, gata raleb peuseutet hawa



Meung that tasyhen keu ureueng lakoe,  han diboih droe dalam rimba

Uroe malam hana teungeut, lam ji ingat po keu gata

Adak kon seubab teugrak ate, nyeum-nyeum bekcre po ngon gata

Keureuna haba pansie dilee, bahle sampoe u lam rimba



Peue jeuet kudong nyan di gampong, ate ku tutong keureuna gata

Meung tan tapuwoe gleueng u rumoh, reuyoh po jroh sajan po da

Neupura dhot neugeurantang, aneuk jalang kuteumeung tampa

Ngon haba neutulak ngon jaroe neutarek, bahle bek ka ek bak agam ceulaka



Gleueng han jibri euncien han jibloe, bah ji eh sidroe po buya seuba

Tinggai linto dalam juree, panyot reudee minyeuk hana

Han ek  jiduek teuma di eh, oh ka mureh woe gampong Ma

Meunan-meunan geunap uroe, hana padoe ate luka



Umu sithon han peue daleh, hingga jadeh po tabungka

Hana sapeue po tateuoh, guna nyang jroh tan nibak tha

Maken leubeh bak isteri, that  ji banci nyan keu gata

Nyang na gaseh nibak Nang eumbah, cit ta peugah dum peukara



Na tadeungo Ma meutuah, jinoe lon peugah ubak gata

Tabri judo han meusampe, that jibanci nibak nyang ka

Ureueng binoe nyang that banci, damikian lagi bak tuantha

Peue bu sabab Ma Teungku droe, kureueng lon puwoe mit beulanja



Talakee do’a Poma meutuwah, jeunoe leupaih ulon bungka

Ban neu leungo haba meunan, han muban-ban tro ie mat

Keureuna sabab tan peue neubri, Adak han bekcre bijeh mata

Jinoe lon boeh saboh ca-e, brutalize adoe raja



Siwaihhalang teureubang keu Daya

Teureubang di awan mirahpati

Jakalu alang pada beulanja

Beutapa hamba diam di nanggri



Kuceng utan teulari-lari

Kuceng nanggri diam teumpatnya

Jakalu tidak amaih di jari

Diam di nanggri apa gunanya



Ulon boeh nyoe kon beurakah, adoe meutuwah nyo sibeuna

Meung tan areuta dalam jaroe, tadong di nanggroe that seungsara

Habeh haba peuingatan, bungka yohnyan bijeh mata

Masa tatron Poma neumoe,meuteutaloe tro ie mata



Teuduek di reunyeuen neu ek u rumoh, akai gadoh pungo gila

Neujak lam jurong neungieng u blang, neujak pandang aneuk bungka

Hingga jeuoh ka meusilee, moe meuree-ree woe u tangga

Yohnyan neumoe bukon bubarang, Poma sayang keu aneuknda

Tinggai Poma nyan di nanggroe, dawok neumoe tro ie mata

Neu eh han teungeut badan kuroih, bu neu pajoh na ban suda

Nyang dum di Nang eumbah keu geutanyoe, ingat adoe jeueb kutika



Adak na tapeugah bak isteuri, galak that jibri po tabbing

Han jipura meung theun langkah, bahle leupaih si geukoh pha

Pura-pura moe dara beudeubah, jicok ie babah boeh bak mata

Bak tuwan tha han cit jisyen, Adak ureueng laen maken meuganda



Bahle jijak bek that gundah, bah kupasah bijeh mata

Ku peukawen laen aneuk dikah, bahle leupaih po buya seuba

Nyandum jigaseh keu geutanyoe, ureueng binoe muda-muda

Teuma dijih hana gundah, jimumukah dara cilaka



Keu lakoe droe hana disyen, keu ureueng laen that jihawa

Sabab kaya get peukayan, ngon sabab nyan le binasa

Dum-dum gampong barangri nanggroe, ureueng binoe muda-muda

Taleungokeu nyoe he ureueng binoe, meuse bunoe cit digata



Keu ureueng lakoe beuthat tamalee, bek soh juree wahe ureueng muda

Adak rupa jrohpi that rugoe, leupaih lakoe Da ’an tuha

Puteh ngon oek nyan di ulee, hantom meung bee na tarasa

Na taleungo po sambinoe jroh, hankeu gadoh judo gata



Bek that galak keu ija mirah, lakoe leupaih tinggai gata

Bek that galak keu gluing gaki lakoe mate dalam rimba

Bek that keu gluing jaroe, leupaih lakoe adoe raja

Meung that galak tasok euncien, at eh meukuwien sidroe lam tika



Bek that galak keu mangat bee, sohkeu juree judo hana

Tangui bee mangat dilikot lakoe, nyanpi adoepeunyaket raya

Than neu balaihteuma page, meuse bee bangke tuboeh gata

Na taleungo po Da sambinoe, kupeurunoe  nyan di gata



Bek tapateh pansie Nang eumbah,lakoe leupaih meureuraba

Meung ka mate lakoe di ranto, balee he po tinggai gata

Kutika nyan tamoe sangat, troih alamat u rumoh tangga

Teuka wareh asoe gampong, geujak kunjong rumoh gata



Ureueng jamei peunoh rumoh, sit geuteuoh budhoe gata

Get peurangui ngon mubudhoe, ditulak lakoe dalam rimba

Sabab jibeungeh uleh  isteri, meunan lagi bak tuan tha

Laen nibak nyan asoe nanggroe, teuoh budhoe cintaguna



Bahkeu lon boh bangon ba- e, taleungo sye suara Madja

Narit timplak keu dara baro, sabab mate judo dalam rimba

Wahe putroe cut bukon sayang, tamse pisang mate pucok

Keubeue lam weue  mate di blang, bukon sayang teuhah neurok



Sayangku  han ban putore bangsawan, tamse kayee jisom tarok

Ku eu diluwa  ban boh peudeundang, sayang di dalam asoe jibrok   

Sayang mate teungku diranto, han soe hiro di dalam rimba

Kupaban bah he teungku linto, banci darabaro nyan keu gata



Kukira mate dalam juree, na soe mueng ulee judoteu na

Bahkeu dumnan haba ba- e, laen pi le han ek kira

Dudoe nibak nyan geukhannuri, peujamee pakhi lakee du’a

Laen nibak nyan geubi seudeukah, peue nyang mudah ban nyang kada



Geunabkeu umu peuet ploh uroe, han le teugoe-goe dum syeedara

Nyang na ingat po nibak Nang, pijuet badan rok-rok masa

Kadang-kadang troh bak meuthon, han tom neutron di rumoh tangga

Nyampang mate asoe gampong, han tom neutron seb dum nyang ka



Badan pijuet asoe rigeh, lam tika eh beudoh hana

Nyandum di Nangmbah keu geutanyoe, ingat adoe cut ngon raya

Di isteuri dijih tan meusyen,  jipreh troh laen seulangke teuka

Dilakee du ‘a malam uroe, tabri lakoeku nyang kaya



Yoh nyan dingui ngon peukayan,  si uroe saban jingui ija

Mangat ate dara cangklak, ta eu jijak ban keudidi paya

Di unun na incien gilek, digitek incien peumata

Taeukeu oek teusiruek lalat, ija jisawak meukab bak dada



Taeu jilanggang ngon jialeh, geutiek  ji meungkleh sapai ji dua

Taeu baja  itam di bibi, na beureuhi agam nyang na

Taeu keu gaca itam di jaroe, na teuka lakoe guda lawa

Ta eu oek jom nyan di ulee, meunan lagee tuha muda



Pat na agam duek meutamon,  jikeureuleng ngon iku mata

Sara jijak jiboeh beurakah, that bedeu’ah dara jroh rupa

Wahe Ma The wahe kumuen, ban nyang lon kheun sabet beuna

Ta eu jingui ija haloih, bit that utoih aneuk dara


Taeu keu andam nyan dibak dhoe, meuse na lakoe dara jroh rupa

Hana jiingat lakoe tanle, cit ban mate nyan baroesa

Bahkeu dumnan dihaba nyan,jeunoe laen bacut haba

Bak taingat po keu Nangmbah, sabab payah neu peulara




Uroe malam hana neu eh, mataneu peudeh neumeujaga

Ni phon cut kon po la Ma syhen, neu peukawen ’oh jan raya

Na nyum bek cre meung sitapak, nyuum bek jarak sit di mata

Peuet blet keureujaan po bak Nangmbah, leungo lon peugah teungku raja



Peutama phon-phon yohteu budak,  yohnyan galak ayah ngon bunda

Keudua keureujaan geupeusunat, nyanpi sahbat ban nyang kada

Keulhee keureujaan geupeukawen, geubri salen bak ayahnda

Masa nyan meusapat wali ngon karong, yoh masa nyan keureuja raya



Bladeh-blanoe geumeugrum-grak, sabe galak meuseusuka

Peuet blet keureujaan tok hat mate, hanlon boehle seb dum nyangka

Bahkeu dumnan jeunoe lon seubut, laen bacut lon calitra

Kata nyakni ureueng keumarang, leungo teelan lon kheun jeunoe



Kata dalang empunya rawi, taleungo kri lon calitra

AMABAKDU bacut lon seubut, bak awai surat ulon peuwoe

Hana ajayeb diphon surat, jeunoe sahbat ulon gantoe

Di awai phon lheueh Bismillah, subhanallah lafai ngon pujoe



Meudehpi sah meunoepi mei, nyang teur-afdlai dilee pujoe

Keureuna khoteubah bak hikayat ban nyang mangat di ate droe

Dilee ajayeb dudoe subeuhannyoe kurangan ka sublease

Ladom geukarang deungon awe, nyang le geurante deungon taloe



Di lon lon karang dalam ate, kusawe-sawe bak akai droe

Bahkeu lon boeh saboh ca-e, beutapike wahe adoe :

Pisang talon masak di teupin

Pisang abin di bineh sungoe

Jakalee geupeh deungon santan

Na nyum na nyum ek tamakeun troe



Adak na lom ngon meulisan

Han tatujan pruetteu seungkoe

Mameh meulisan leumak santan

Tapeulawan baranggapeue

Meuseuki tapeh taboeh keunan

Jan tamakeuen mangat han soe



Meunankeu tamse ureueng keumarang, meung han reumbang mit soe pakoe

Reumbang lagee keunong sanjak, jeuetkeu galak ureueng meurunoe


Lon boeh tamse saboh ca-e, brutalize wahe adoe :

Meung na di ate pade tatob

Tasiwa meuh gob bahle rugoe

Bak burunyong timoh di gunong

Hanyot bungong dalam sungoe

Akai paneuk bicara bingong

Pat han keunong peugetle adoe



Keureuna ulon bicara lipeh, bek takheun ceh keu lon sidroe

Buet mupeu’at tamesare, dudoe page pahla keudroe

Sipeureuti ban ban Hadih Nabi, wahe akhi leungokeu nyoe :

Atdalu ‘alan khairi kafa’ileh, makna silapeh lon kheun jeunoe



Tayue ureueng buet keubajikan, sirasa teelan tapubuet keudroe

Nyoe wasiet lon wahe sahbat, beutaingat bek that laloe

Kalimah nyang puntong haraih nyang singkat, beutapeuget wahe adoe

Beutagaseh ngon tasayang, bek jeuet malang akhe dudoe



Keureuna sangat that lon hajat, wahe sahbat bek tabri rugoe

Harab teewakai lon keu Tuhan, di likot nyan keu Nabi. geutanyoe

Di likot nyan ka gata teelan,meuseuki aduen meuseuki adoe

Bek binasa harap lon nyoe, page jameun tamumat jaroe



Talakee  du ‘a keu lon beuthat, bakTuhan  Hadlarat Po geutanyoe

Talakee keu lon du’ a benkhoeri, dudoe page keu lon sidroe

Sampona amat seulamat iman, keu lon tameuhon geunap uroe

Bahkeu ohnan di haba nyan,jeunoe laen lon peugah proe



Ureueng seumurat hana malem, bek takhem-khem gata barangsoe

Ampon meu ‘ah teungku pangulee, ateueh ulee lon beuot jaore

Lon peugah pat ureung seumurat, na meung tatupat  gampong nanggroe

Nanggroe Pidie Uleebalang Nam, dalam Mukim Panglima  Sagoe



Nama gampong Bambi Mon Tujoh, sinan teumpat malam uroe

Teuntang rumoh di bineh blang, rab he teelan Meunasah Sagoe

Dudoe nibak nyan teukeudi Tuhan, seutet peuteumuen laen nanggroe

Roh lam Mukim Uleebalang Dua Blaih, Raja Pakeh nyang po nanggroe



Nama gampong gaukheun Keulibeuet,  bak tanoh  Ceuet Kapaimeroe(?)

Teuntang rumoh di bineh krueng, Dayah Tutong   Meunasah Sagoe

Ureueng Aceh mubajee jubah,  jingui kupiah meuseunujoe

Nyang han leumah lon peuleumah, jeunoe lon peugah nan beumeusoe



Leube Isa nan untong cut, meunan geuseubut le ureueng nanggroe

Dudoe nibak nyan nama  teumpat, geubalek adat nama  nanggroe

Teuma geuhei Leube Bambi, nan geurasi akhe dudoe

Nyoe wasiet lon wahe teelan, dum sikeulian aduen adoe



Proe hai teupangge keu rahmatollah, nyoe lon keubah keu geunantoe

Assalamu’alaikom wahe teelan, jamak tuwan dum disinoe :

Geunantoe lon mat jaroe sahbat, lon icarat bak surat nyoe

Geunantoe tabri ranub sigapu, du’a he po keu lon sidroe



Keureuna tan ileumee ngon amai, saleh pakri hai akhe dudoe

Hina lon that wahe sahbat, di akhirat ngon donya nyoe

Hina bak donya wahe teelan, meueh pirak tan bak lon sidroe

Meueh pirak tan breueh pade han, meunan untong di lon sidroe



Wali ngon karong di ulon tan, adoe aduen jarak dumsoe

Nang eumbah teutab nibak teumpat, di lon teugeutit jeueb-jeueb nanggroe

Meunan untong neubrile Allah, kupaban bah di lon sidroe

Di gob untonggeu ban tiyong, lam keunurong geunab uroe



Di lon untongku ban payong, lam gob tudong padok uroe

Di gob untong ban timon bruek, keunan bak geuduek reuyeue peutoe

Di lon untong ban timong phan, bak jeueb-jeueb blang sinan sinoe

Lon jak keunoe lon jak keudeh, maken peudeh nibak bunoe



Allah Allah Ya Tuhanku, kulakee bantu bak gata sidroe

Tagaseh sayang bek alang-alang, wahe Tuhan keu lon sidroe

Di donya kon troih jan page, beumeusampe hambateu nyoe

Di Padang Masya bek tabri lambat, beureujang tahisab ulonteu nyoe



Tabri pantaih lon jak bak Titi, bak Hudh Nabi tabri lon peutoe

Tabri teumpat di lon Curuga, karonya gata Poku sidroe

Tabri kupandangteu Ya Rabbi, Dat nyang suci han sibagoe

Suci Dat suci Sifat, Pi-e meuhat meunan cit roe



Tabri meuteumeung ngon Nabi Muhammad, pangulee umat lam donya nyoe

Tabri meuteumeung deungon guree, nyang bri eleumei nyankeu kamoe

Tabri meuteumeung ngon Nang eumbah, ureueng peuleumah langet ngon bumoe

Tabri meuteumeung ngon iseutiri, aneuk lagi nyang di kamoe


Tabri meuteumeung deungon wareh,dum beuhabeh dum sinaroe

Tapeuampon deesya di lon, nibak meukhuluk dum barangsoe

Deesya di lon sikeulian, nyawong badan gaki jaroe


Tamat



Catatan  : Tamat saya salin dari huruf Latin ejaan Snouck Hurgronye/Belanda ke Ejaan Yang Disempurnakan ; pada malam Selasa, 25 Ramadhan 1430 H bersamaan

tanggal 14 September 2009 pukul 19.39 WIB beberapa saat setelah buka puasa. 


 Alhamdulillahi Rabbil ‘Alaminnn…!!!. Salinan/transliterasi ini bersumber buku  “TWO ACHEHNESE POEMS“ ,yang merupakan  kajian dan terjemahan G.W.J. DREWES, terbitan THE HAGUE – MARTINUS NIJHOFF – 1980.


 Pada kesempatan ini saya mohon izin  kepada penulis dan penerbit atas upaya transliterasi dan posting ke blog saya ini, semata-mata bagi pelestarian hikayat Aceh. Dapat saya tambahkan, bahwa dewasa ini tradisi “berhikayat“ di Aceh  dalam keadaan nyaris punah dalam kehidupan masyarakat Aceh sehari-hari!!!.


 Usaha alih aksara/ejaan Hikayat Ranto ini merupakan naskah ke 31 dari kegiatan transliterasi naskah-naskah sastra Aceh lama yang saya geluti sejak tahun 1992, yang menghasilkan hampir 7000 halaman ( hikayat, nadham dan tambeh) yang sudah berhuruf Latin, namun hanya secuil saja yang telah dapat diterbitkan.


 Semua itu saya lakukan dalam rangka  : cari-cari kegiatan atau hana buet mita buet/”upaya pelarian”  dari keadaan diri saya yang cedera akibat tabrakan mobil/colt barang tivi di Yogyakarta , yang ( hari ini) tepat  36  tahun lalu. ( T.A. Sakti )













 

 

( Salen phon Hikayat Ranto, Rabu, poh 6 seupot 5 Ramadhan 1430 H/26 Agustus 2009.  Ban-ban nyoe bersama 10 orang lainnya ulon teurimongng anugerah budaya “Tajul Alam” dari Pemerintah Aceh dalam rangka Pekan Kebudayaan Aceh Ke Lima (PKA V)  tgl.  10 Agustus 2009 di Anjong Mon Mata, Banda Aceh yang diserahkan Wagub Muhammad Nazar, S.Ag.

 

 

HIKAYAT RANTO

 

Karya :  Leube Isa alias Leube Bambi, Pidie,(Aceh)

 

Aslinya dalam huruf Arab Jawi/Jawoe

#Alih aksara dari huruf Latin ejaan Belanda ke Latin EYD

Oleh : T.A. Sakti

 

 

( Hikayat Ranto, sengaja saya posting  Selasa, 25 Ramadhan 1430 H/15 September 2009 hari ini, dalam rangka memperingati seperempat abad//25 tahun musibah lalulintas yang saya alami pada  Sabtu, 25 Ramadhan 1405 H/15 Juni 1985 M  di sekitar Kalasan, lebih kurang 8 km sebelah timur kota Yogyakarta. Saat itu, saya serta  konvoi mahasiswa Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta  dalam perjalanan pulang terakhir, setelah menyelesaikan tugas Kuliah Kerja Nyata (KKN-UGM) di kabupaten Boyolali, Jawa Tengah. Saya, T.Abdullah Sulaiman serta beberapa teman ditempatkan di desa Guli, kecamatan Nogosari. Begitulah,…sekejab setelah melintasi Candi Prambanan pada siang yang panas dan mulai musim “mudik Lebaran”, serta  dalam suana ‘puasa tua’ sekitar pukul 13.11 WIB , sepeda motor HONDA saya yang dikemudikan Joko Supriyanto ditabrak mobil colt barang/tivi.

 

HIKAYAT RANTO, mengisahkan kehidupan anak manusia lebih seabad lalu yang umumnya dari wilayah Pidie , yang mengadu untung dengan merantau ke belahan Barat-Selatan wilayah Aceh sekarang.  Hikayat ini menjelaskan, bahwa upaya memperbaiki nasib di rantau tidaklah semulus yang diharapkan. Bahkan lebih banyak  gagal dibanding yang berjaya.Namun, para perantau dari Pidie terus mengalir bagaikan air. Hikayat Ranto ‘membisikkan”, bahwa pemicu merantau itu disebabkanrasa malu hidup miskin, yang selalu dilecehkan isteri dan sindiran mertua. Pemuatan Hikayat Ranto  dalam blog saya terasa tepat, mengingat musibah yang saya alami juga terjadi  ketika saya sedang “menjaring nasib” di perantauan Yogyakarta. T.A. Sakti)

 

 

Bismilahirrahmanirrahim

 

Nyoekeu Isim lon boeh sinoe

Subhanallah walhamdulillah,Tuhan nyang sah qadim sidroe

Meuha suci deungon puji,Tuhanku Rabbi wajeb sidroe

Suci ngon pujoe sabet bak Tuhan, Laen nibak nyan geuceula dumnoe

Tuhan geutanyoe amat tinggi, Laen ’abeudi hamba beurangsoe

 

Baranggari dum meukhluek, Nyang sabe duek lam donya nyoe

Kaya gasien hamba Tuhan, Seukalian alam dum barangsoe

Meuseuki ulat nyang lam batee, bahle meusilee leumah cit droe

Meuhat raseuki dum bak Allah, Leungo lon peugah wahe adoe

 

Seupeurti ban fireuman Tuhan, dalam Qur’an takalon keudroe

Wama mindabbatin fil ardhi, Illa ’alallahi rizquha

Makna meuphom dum bak sahbat, sit bingong that ulon sidroe

Sabab rindu deungon deundam, Nyoe lon karang peu-ubat ate droe

 

Digob geukarang deungon awe, Ladom geurante deungon taloe

Dilon lon karang dalam  ate, Lon rawe-rawe lam dada droe

Loncok daweuet deungon keureutah, Teuma lon kisah keu pi-e droe

Supaya jeuet keu ibarat, Jeuet seulamat dua nanggroe

 

Geutanyoe  udeb dalam donya, Dua peukara hantom sunyoe

Saboh bagoe tuntut ileumee, mita guree nyang peuhareutoe

Dua bagoe mita hareukat, Tapileh pat laba rugoe

Meung bek Teungku jalan salah, banci Allah keu geutanyoe

 

Lon peuingat dum syeedara, Tuha muda aduen adoe

Leumah akai ubak hate, Ji tamongle lam dada droe

Taleungo nyoe lon peuhaba, Agam dara aduen adoe

Bekkeu dawok ta meututo, Ingat hai po dum geutanyoe

 

Meuseuki uroe meuseuki malam, Ingat keu untong akhe dudoe

Aduen adoe tuha muda, agam dara dum sinaroe

Dara agam kaya gasien, seumayang teelan dum bek sunyoe

‘Ohtroih umuteu siploh thon, wajeb ta seuon nyang limong peue

 

Cahdat seumayang  puasa jakeuet, haji teuma jeuet geunap limong peue

Jakalee han ek tajak u Makah, taseumah nang eumbah geunab uroe

Tameuseulaweuet tabri seudeukah, nyanpi roe sah ampon deesya droe

Apui Nuraka jimeusumpah, dami Allah han jipeutoe

 

Suloih nyang akhe beutabeudoih, di awai suboh lam jaga droe

Pinto langet tujoh lapeh, yohnyan habeh dum teubuka keudroe

Tameulakee ubak Tuhan, neutulak han baranggapeue

Di lon teelan kupeuingat, lon nyoe sisat malam uroe

 

Tameulakee bak sunggoh ate, ie mata ile sajan meutaloe

Taleueng  jaroe tangah u langet, Araih taniet rab geutanyoe

Kaureuna Araih rahmat sinan, peureuman Tuhan taleungo jeunoe

Jadonllahi foeka oidihem, ingat dalem makna jeunoe

 

Poteu peutroih peue nyang hajat,nyang meukeusud  wahe adoe

Sipeureuti ban peuruman Allah, bek  taubah harab geutanyoe

Ud’uni astajib lakom, Tuhan neukheun keu geutanyoe

Meung jimeuhon hamba bak kee, peue jilakee kubri jeunoe

 

Peuruman Tuhan hana khali, hadih nabi sajan meutaloe

Man talaba syai’an jadda wajada,, makna ji teuma tapeuhareutoe

Meung na jituntut sunggoeh ate, meuhat geubri beksyok geutanyoe

Haba lon nyoe sang ajeumat, le that mupeu’at soe tem pakoe

 

 

 

Amabakadu dudoe nibaknjan, njoe kurangan phon kumula

Kurangan keu ureung lakoe, bungka di nanggroe  tuha muda

Tinggai  nanggroe deungon Ma wang,  jak lam utan dum cut raya

Tuhan  peujeuet nanggroe rantoe, sinankeu laloe manusia

 

Aceh Pidie tunong baroh, le that gadoh dalam  rimba

Peuebu sabab nyan jeut meunan, leungo teelan  lon  calitra

Sabab jipateh iblih syaitan, siribee ban jipeudoda

Jigusuek di ulee jisaih di glunyueng , teuma di tamong u lam dada

 

Limong peukara jeut jiyue dilee, leungo sampee lon calitra

Phon-phon jiyeu meu’adoe-angkat, ke dua mumadat he syeedara

Keulhee jiyue tameu Judi, teuma pancuri akhe dudoe

Kupeuet jiyeu tameusabong, that meuntong jalan gata

 

Limong jiyeu tameurebot, ngon  nyan toek  limong peukara

Taleungo nyoe wahe adoe ,seksa dudoe  lam nuraka

Teuduek ohnan saboh pangkat, jeunoe lon sambat laen haba

 

Nanggroe ranto na tatuban, keusukaran dum peukara

Watee saket aloh-alah, apoh-apah hanteu kira

Tabalek wie tabalek uneun, sapeue pih tan na tarasa

Lon boh jeunoe saboh ca- e, na tatukre he syeedara

 

Boh pisang mas masak di lubang

Makanan cicem si barau-barau

Meutuah tuboh meuteumei riwang

Jakalee malang mate di rantau

 

Beuneung raja di dalam paya

Limpah cahaya langet bumoe

Ku eh han teungeut kubleut han jaga

Pajan masa kuteumei woe

 

Adak na sayeub kuteureubang,  nyuem beureujang troh u nanggroe

Tinggai sidroe baranggajan, rakanpi han jitem peutoe

Apui  pi  tan  jujee pih han, kutika yan dawok tamoe

Adak na pade dalam keupok ,hana soe tumbok pakri jinoe

 

Takeumeung yue gob hana sidroe, toh pakri proe tapeulagee

Yohnyan teuingat nyan keu Ma wang, teuingat yohnyan keu istri droe

Adak  han kujak masa dilee, na soe peulagee  jan   mumeunoe

 

Amabakdu bacut lon seubut, bek that lupot ureueng binoe

Na taleungo putroe mutuah, hankeu leupah bungka judo droe

Allah Allah Nyak  sambinoe, keu lakoe bek paleng muka

Adak na  taeu dalam uteuen, taseumpom teupeuen taro ie mata

 

Adak proe teungoh tapuminyoe, taeh tamoe dalam tika

Nyan dum saket dengon  mangat , nanggroe barat he syeedara

Lon peurasa  sit ka dilee, sipu malee lon peuhaba

Adak tan tajak nyan u barat , dalam surat  taeu nyata

 

Beuthat taweuh keu ureung lakoe, he ureueng binoe tuha muda

Aduen adoe rakan sahbat, beutaingat  cut  ngon raya

Keu  ureueng lakoe beuthat tahiro, ingat he po si umu donya

Beutapikee maseng keudroe, leupaih lakoe dalam rimba

 

Uroe malam hana teungeut, lam teuingat po keu gata

Lah bak pihak tan peue puwoe, ate teugoe-goe nyan keu gata

Masa tajak  jok saboh keurubuih, ngon peunajoh linto bungka

Untong-untong ngon tajak intat, bungka u barat gampong gata

 

Laen nikak nyan pi teuingat , ranup lipat ban sikada

Padum teelan ngon bu kulah, masa meulangkah u kuala

Tajak Polem beuseulamat, beutaingat Poma ka tuha

Mata  ka seupot geulinyoeng ka tuloe, beurijang tawoe tajak tanom Ma

 

Untong di nanggroe sapeue pakat,  oh troih u barat laen kira

Meunan jikheun yoh dinannggroe ,oh troih u ranto pungo gila

Meukeude pi tan lampoihpi han, pat na glanggang jijak mita

Meunan-meunan gadoh nanggroe,pike adoe tuha muda

 

Jitinggai  aneuk deungon nang eumbah, masa jikeubah han jikira

Ladom galak bak Meukeude, ladom po Leube pula lada

Bitpi galak bak meukeude, le nyang leube pajoh riba

Meukat apiun ngon galaran, laba teelan barang jan na

 

Gala lam jaroe laba jilakee, nyankeu sampee jeuet keuriba

Apiun jiplah ngon timangan, nyanpi tuwan deesya raya

Nyang meukeude le nyang hareuem, sisat bandum sagai donya

Meukat apiun ngon galaran,keu lhee teelan reuyeue meulaba

 

Meunan nyang le nanggroe ranto, meuseuki he po malemji na

‘Ohtroih u ranto tan Seumayang tuwo keu Tuhan dum teurata

Masa disinoe  jiseumayang, jeunoe jibuang han jikira

Hana hiro keu ibadat, bandum sisat leube nyang na

 

Nyang that leubeh tahareukat, wahe sahbat LAMPOIH LADA

Adak na reuyeue bek tasambat, beuteutakot nyankeu deesya

Laen nibak nyan po tameugoe siwa adoe tanoh paya

Lompi soe bloe LADA lam bak, hareuem meuteulak teungku raja

 

Adak tabloe teungoh meubungong, han peue tanyong nyanpi riba

Dilon Teungku kupeuingat, lonpi sisat leubeh bak gata

Dumna nanggroe le nyang meunan, bukon teelan lon peurbula

Malem-malem nyang meukeude, glanggang rame jibri beulanja

 

Jibri pangkaikeu ureueng meutajoe, bukon adoe pungo gila

Meuseuki malem jeuet beuet ‘Arab, rugoe kitab Seumayang hana

Jareung-jareung na seumayang, buleung limong he syeedara

Tabri manok keu ureung meutajoe, bukon rugoe amai gata

 

Tajok peudeung keu ureung meureubot, wajeb meuhat  deesya gata

Taplah apiun ngon timpangan, nyanpi teelan sama juga

Samaih digob digata  sikatoe, bukoen rugoe sia-sia

Meueh ngon pirak ureueng binoe, lam donya nyoe lesoe hawa

 

Tuntut donya ureueng sisat, bek  he sahbat galak  gata

Peureuman Tuhan hana khali, hadih nabi hana reuda

Addunnya  djifaton watalibuha kilabon, makna muphom ubak gata

Jinoe makna teungku tapham, di lon bingong ate buta

 

Kaureuna sabab eleumee kureueng, lom ngon budueng  akai hana

Donya  that khieng nibak bangke, ureueng nyan tuntut anjeng nama

Maken tatuntut maken meureulob, maken taturot maken jiba

Padum-padum ureung tuntut, ban meukeusud jih han ek  na

 

Patah gaki  puntoeng  jaroe, han jitem troe  nafsu hawa

Meunan nyang le iblih tipee, hana jithee tuha muda

Miseue  sidom eu meulisan, nyuem jipeureulan ngon peudana

Pruetpi han troe jihpi mate, meutindeh bangke ban sineuna

 

Sabab   nafsu ban bubayang, meuse tadong teungoh luha

Maken tapeucrok maken diplueng, meuse ie kreung u kuala

Meung han get niet bak hareukat, ingat sahbat sisat gata

Meuseuki  teelan bak meununtut, meung bek po cut deungon riya

 

Aduen adoe rakan sahbat, beutaingat dum syeedara

Tahareukat bak meusampe, bek keu tabri ceuma leuta

Adak mate bunda ngon ayah, tabri seudeukah jeuet keu pahla

Meunghan meunan wahe adoe, khanuri rugoe sia-sia

 

Teugoe takalon na khanuri, sang kasahle keu ayahnda

Gatapi mate hareukat payah, page balaih dudoe Nuraka

Meung han get niet bak hareukat, ingat sahbat dudoe teuka

Malaikat  Mawot jak tueng nyawong, nyang phon keunong teuka cuba

 

Hingga datang ‘an kiyamat, cit lam ‘azeueb he syeedara

Di Aceh kon troih u ranto, meunan he po tan meutuka

Meunan teelan bandum nanggroe, troih ‘an jinoe reuyeue meulaba

Meung na areuta get peukayan, wareh rakan that mulia

 

Meungtan areuta lagi gasien, keuhinaan bak syeedara

Adak istri teungoh baleh, maken leubeh hina keu gata

Bak tuan tha han peue peugah, breueh nyang mirah nyan di mita

Boh seulimeng  ngon eungkot brok, nyan keuh jijok po keu gata

 

Campli cina eumpeuen beurijuek, nyan dipuduek unab gata

Teuduek haba nyan ohnan dilee, jeunoe sampee laen calitra

 

 

Amabakdu dudoe nibak nyan, muwoe kurangan bak  ayah bunda

Masa jijak  roe sit kutham, jipateh han aneuk boh ate

Roe kupaban aneuk ku saboh, kuniet ka gadoh dalam luweuek  gle

Meunan di Poma keu geutanyoe, dawok neumoe meu eh tanle

 

Meung ka teui’ngat neuseubut Allah,ie mata limpah sajan ile

Ie mata srot seun-seun siploh, basah tuboh neusampohle

Beutaingat aduen adoe, bekkeu laloe dumteu sare

Aneuk cut raya nyan di Aceh, meung jipreh-preh tokteu hanle

 

Adak di Nang eumbah han peue peugah, sit lam gundah gata tanle

Nyampang-nyampang neupajoh mangat, yohnyan teuingat ie mata ile

Adak  na gaseh deungon sayang,  dumteu tuan bek laloele

Laen nibak nyan leungo lon peugah, leungo beusah dumteu sare

 

Nang eumbahteu syik po di nanggroe,  meung neupreh woe gata boh ate

Adak na aneuk hanpeue  peugah,  jiteuoh ayah peutang page

Wahe Mapo Ma mutuah , hoka ayah ku eu tanle

Ban po Ma  jileungo suara meunan, han muban-ban ie mata ile

 

Wah aneuk po aneuk mutuah,  hanale ayah ka leupah u gle

Treb ka leupah aneuk u barat,  hana geui’ngat keu gata boh ate

Rumoh tireh han soe peudab, ayah gata that buta ate

Aleue patah bubong teuhah, paleh ayah aneuk boh ate

 

Umong diblang hansoe meugoe, bahle deuek-troe gata boh ate

Geudong dinanggroe badan payah,meutamah sosah dalam ate

Ranub pineueng gapu bakong, seunawak pinggang breueh ngon pade

Peunajoh mangat aneuk di barat, geuduek teutap gata tanle

 

Meunankeu narit ureueng binoe, keu geutanyoe dumteu sare

Adak na jitakot keu Poteu Allah, hana ubah nibak ate

Tinggaikeu aneuk po di nanggroe, ruya-ruyoe han sapeuele

Nyampang-nyampang gob woe di peukan, ta eu teudong-dong weuehkeu ate

 

Teuma geubri eungkot saboh, puwoe po jroh tapajohle

Maji kalon eungkot bak jaroe, meutaloe-taloe ie mata ile

Jibeudoih duek jiseubut Allah, ie mata limpah bak dadale

Nyandum peulahra di ureueng binoe, di ureueng lakoe buta ate

 

Jan Uroe Raya ngon Makmeugang, teuduek-teudong nyan di pante

Duek reunyeun jeh duek reunyeun nyoe, Poma jimoe rusak ate

Teuma geubri sie na bacut, puwoe nyak cut parole

Poma ji eu sie bak jaroe, neu leumpaih droe tumbok ate

 

Bu oek di ulee meugeureubang, teuoh keu untong beureujang mate

Sabab ji ingat nyang ka leupaih, hana gundah tinggai boh ate

Bukon that som agam mutuah, aneuk jikeubah bahle beumate

Adak na Wali nyan di nanggroe, ‘asa uroe baro jiteuka

 

Jijak euntat sie sigupang , jiboh sajan U sitangke

Hana sapeue laen nibak nyan, ji tijik pisang saboh sisi

Bitpi dumnan bungong jaroe, seuluweuekeu adoe saboh jibri

Masa nyan Poma ate ji bicah, teuingat keu ayah aneuk boh ate

 

Na meubunyoe gob peuhaba, rab geubungka teungoh ili

Teutapi bungka kon geuriwang,mita glanggang pat na rame

Beurayek meu’ah Teungku Ampon, untong lon sibagoe lagi

Uroe Raya peukayan tan, keutiwasan aneuk boh ate

 

Di aneuk gob ija peudandang,kasab meujuhang seuluweue meucangge

Di aneuk kee bek ‘an  mirah, meung ija puteh han ek kubri

Sare beungoh lheueh jimanoe, teuma jiwoe bak bundale

‘Oh sajan troih nyan u rumoh, lakee meu’ah deesya page

 

Jicom di teuot seumah di gakI, teuma ie mata sajan ile

Allah Allah aneuk mutuah, kupaban bah jantong ate

Bukon paleh ureueng di barat,han ji ingat u nanggroele

Baranggasoe mei geuteuoh, isib gadoh beuhanyot bangke

 

Aneuk prumoh han ji ingat, meu’adoe angkat meuse kaphe

Nyankeu ureueng paleh sabe, seurapa Nabi dudoe page

Meunan teelan bandum nanggroe, di lon adoe sibagoele

Habeh haba di ureueng lakoe, ureueng binoe jinoe takira

 

 

Sabab leupah lakoe u barat, ureueng binoe that jithok ate

Paleng mukaji keu lakoe, nyang jeuet jiboih droe peuturot ate

AMABAKDU dudoe nibak nyan, taleungo teelan tuha muda

Peuebu sabab leupaih lakoe, wahe teungku droe peudeh pinta

 

Haba pansie geunab uroe, ureueng lakoe tan beulanja

Ija mirah gleueng di gaki, meung han tabri hina gata

Euncien peurmata po bak jaroe, laen adoe ulee ceumara

Bahle meunan keu jih tapuwoe, di geutanyoe bahle ta bungka

 

Tinggaikeu jih po di nanggroe, geunap uroe peuseutot hawa

Adak na eumbah han ji larang, han ek jitham aneuk dara

Ureueng binoe malee hanle, keureuna akhe umu donya

Nyankeu sabab han that jiwoe, keureuna bunyoe keuji nama

 

Jitem gaseh keu ureueng laen, hana disyen keu judonya

Ureueng binoe la’eh iman, keu lakoe han cintaguna

Meung that lut’ok jeuheuet peukayan, jayeh teelan ji eu rupa

Keureuna sabab lurong bak Nang, keu lakoe han jitem kira

 

Adak gasien hanpeue peugah, maken leubeh lom meuganda

Na taleungo po nyak sambinoe, taleungokeu nyoe po jroh rupa

Hana paidah rupa sambinoe, meung tan lakoe keupeue guna

Tamse ija plang tatroih lam peutoe, meung tan tangui keupeue guna

 

Ijapi tuha gatapi  syik, puteh ngon  oek di keupala

Teulhoh ngon gigoe keundo ngon kulet, gata raleb peuseutet hawa

Meung that tasyhen keu ureueng lakoe,  han diboih droe dalam rimba

Uroe malam hana teungeut, lam ji ingat po keu gata

 

Adak kon seubab teugrak ate, nyeum-nyeum bekcre po ngon gata

Keureuna haba pansie dilee, bahle sampoe u lam rimba

Peue jeuet kudong nyan di gampong, ate ku tutong keureuna gata

Meung tan tapuwoe gleueng u rumoh, reuyoh po jroh sajan po da

 

Neupura dhot neugeurantang, aneuk jalang kuteumeung tampa

Ngon haba neutulak ngon jaroe neutarek, bahle bek ka ek bak agam celaka

Gleueng han jibri euncien han jibloe, bah ji eh sidroe po buya seuba

Tinggai linto dalam juree, panyot reudee minyeuk hana

 

Han ek  jiduek teuma di eh, oh ka mureh woe gampong Ma

Meunan-meunan geunap uroe, hana padoe ate luka

Umu sithon han peue daleh, hingga jadeh po tabungka

Hana sapeue po tateuoh, guna nyang jroh tan nibak tha

 

Maken leubeh bak isteri, that  ji banci nyan keu gata

Nyang na gaseh nibak Nang eumbah, cit ta peugah dum peukara

Na tadeungo Ma meutuah, jinoe lon peugah ubak gata

Tabri judo han meusampe, that jibanci nibak nyang ka

 

Ureueng binoe nyang that banci, damikian lagi bak tuantha

Peue bu sabab Ma Teungku droe, kureueng lon puwoe mit beulanja

Talakee do’a Poma meutuwah, jeunoe leupaih ulon bungka

Ban neu leungo haba meunan, han muban-ban tro ie mata

 

Keureuna sabab tan peue neubri, adak han bekcre bijeh mata

Jinoe lon boeh saboh ca-e, beutapike adoe raja

 

Siwaih  halang teureubang keu Daya

Teureubang di awan mirahpati

Jakalu alang pada beulanja

Beutapa hamba diam di nanggri

 

Kuceng utan teulari-lari

Kuceng nanggri diam teumpatnya

Jakalu tidak amaih di jari

Diam di nanggri apa gunanya

 

Ulon boeh nyoe kon beurakah, adoe meutuwah nyo sibeuna

Meung tan areuta dalam jaroe, tadong di nanggroe that sangsara

Habeh haba peuingatan, bungka yohnyan bijeh mata

Masa tatron Poma neumoe,meuteutaloe tro ie mata

 

Teuduek di reunyeuen neu ek u rumoh, akai gadoh pungo gila

Neujak lam jurong neungieng u blang, neujak pandang aneuk bungka

Hingga jeuoh ka meusilee, moe meuree-ree woe u tangga

Yohnyan neumoe bukon bubarang, Poma sayang keu aneuknda

 

Tinggai Poma nyan di nanggroe, dawok neumoe tro ie mata

Neu eh han teungeut badan kuroih, bu neu pajoh na ban suda

Nyang dum di Nang eumbah keu geutanyoe, ingat adoe jeueb kutika

Adak na tapeugah bak isteuri, galak that jibri po tabungka

 

Han jipura meung theun langkah, bahle leupaih si geukoh pha

Pura-pura moe dara beudeubah, jicok ie babah boeh bak mata

Bak tuwan tha han cit jisyen, adak ureueng laen maken meuganda

Bahle jijak bek that gundah, bah kupasah bijeh mata

 

Ku peukawen laen aneuk dikah, bahle leupaih po buya seuba

Nyandum jigaseh keu geutanyoe, ureueng binoe muda-muda

Teuma dijih hana gundah, jimumukah dara cilaka

Keu lakoe droe hana disyen, keu ureueng laen that jihawa

 

Sabab kaya get peukayan, ngon sabab nyan le binasa

Dum-dum gampong barangri nanggroe, ureueng binoe muda-muda

Taleungokeu nyoe he ureueng binoe, meuse bunoe cit digata

Keu ureueng lakoe beuthat tamalee, bek soh juree wahe ureueng muda

 

Adak rupa jrohpi that rugoe, leupaih lakoe Da ’an tuha

Puteh ngon oek nyan di ulee, hantom meung bee na tarasa

Na taleungo po sambinoe jroh, hankeu gadoh judo gata

Bek that galak keu ija mirah, lakoe leupaih tinggai gata

 

Bek that galak keu gleueng gaki,  lakoe mate dalam rimba

Bek that galak keu gleueng jaroe, leupaih lakoe adoe raja

Meung that galak tasok euncien, taeh meukuwien sidroe lam tika

Bek that galak keu mangat bee, sohkeu juree judo hana

 

Tangui bee mangat dilikot lakoe, nyanpi adoe  peunyaket raya

Than neu balaihteuma page, meuse bee bangke tuboeh gata

Na taleungo po Da sambinoe, kupeurunoe  nyan di gata

Bek tapateh pansie Nang eumbah,lakoe leupaih meureuraba

 

Meung ka mate lakoe di ranto, balee he po tinggai gata

Kutika nyan tamoe sangat, troih alamat u rumoh tangga

Teuka wareh asoe gampong, geujak kunjong rumoh gata

Ureueng jamei peunoh rumoh, sit geuteuoh budhoe gata

 

Get peurangui ngon mubudhoe, ditulak lakoe dalam rimba

Sabab jibeungeh uleh  isteri, meunan lagi bak tuan tha

Laen nibak nyan asoe nanggroe, teuoh budhoe cintaguna

Bahkeu lon boh bangon ba- e, taleungo sye suara Madja

 

Narit timplak keu dara baro, sabab mate judo dalam rimba

Wahe putroe cut bukOn sayang, tamse pisang mate pucok

Keubeue lam weue  mate di blang, bukan sajang teuhah neurok

Sayangku  han ban putroe bangsawan, tamse kayee jisom tarok

 

Ku eu diluwa  ban boh peudeundang, sayang di dalam asoe jibrok                                                                         Sayang mate teungku diranto, han soe hiro di dalam rimba

Kupaban bah he teungku linto, banci darabaro nyan keu gata

Kukira mate dalam juree, na soe mueng ulee judoteu na

 

Bahkeu dumnan haba ba- e, laen pi le han ek kira

Dudoe nibak nyan geukhannuri, peujamee pakhi lakee du’a

Laen nibak nyan geubi seudeukah, peue nyang mudah ban nyang kada

Geunabkeu umu peuet ploh uroe, han le teugoe-goe dum syeedara

 

Nyang na ingat po nibak Nang, pijuet badan rok-rok masa

Kadang-kadang troh bak meuthon, han tom neutron di rumoh tangga

Nyampang mate asoe gampong, han tom neutron seb dum nyang ka

Badan pijuet asoe rigeh, lam tika eh beudoh hana

 

Nyandum di Nangmbah keu geutanyoe, ingat adoe cut ngon raya

Di isteuri dijih tan meusyen,  jipreh troh laen seulangke teuka

Dilakee du ‘a malam uroe, tabri lakoeku nyang kaya

Yoh nyan dingui ngon peukayan,  si uroe saban jingui ija

 

Mangat ate dara cangklak, ta eu jijak ban keudidi paya

Di unun na incien gilek, digitek incien peumata

Taeukeu oek teusiruek lalat, ija jisawak meukab bak dada

Taeu jilanggang ngon jialeh, geutiek  ji meungkleh sapai ji dua

 

Taeu baja  itam di bibi, na beureuhi agam nyang na

Taeu keu gaca itam di jaroe, na teuka lakoe guda lawa

Ta eu oek jom nyan di ulee, meunan lagee tuha muda

Pat na agam duek  meutamon,  jikeureuleng ngon iku mata

 

Sara jijak jiboeh beurakah, that bedeu’ah dara jroh rupa

Wahe Ma e wahe kumuen, ban nyang lon kheun sabet beuna

Ta eu jingui ija haloih, bit that utoih aneuk dara

Taeu keu andam nyan dibak dhoe, meuse na lakoe dara jroh rupa

 

Hana jiingat lakoe tanle, cit ban mate nyan baroesa

Bahkeu dumnan dihaba nyan,jeunoe laen bacut haba

Bak taingat po keu Nangmbah, sabab payah neu peulahra

Uroe malam hana neu eh, mataneu peudeh neumeujaga

 

Ni phon cut kon po lam  Ma syhen, neu peukawen ’oh jan raya

Na nyum bek cre meung sitapak, nyum bek jarak sit di mata

Peuet blet keureujaan po bak Nangmbah, leungo lon peugah teungku raja

Peutama phon-phon yohteu budak,  yohnyan galak ayah ngon bunda

 

Keudua keureujaan geupeusunat, nyanpi sahbat ban nyang kada

Keulhee keureujaan geupeukawen, geubri salen bak ayahnda

Masa nyan meusapat wali ngon karong, yoh masa nyan keureuja raya

Bladeh-blanoe geumeugrum-grak, sabe galak meuseusuka

 

Peuet blet keureujaan tok hat mate, hanlon boehle seb dum nyangka

Bahkeu dumnan jeunoe lon seubut, laen bacut lon calitra

Kata nyakni ureueng keumarang, leungo teelan lon kheun jeunoe

Kata dalang empunya rawi, taleungo kri lon calitra

 

AMABAKDU bacut lon seubut, bak awai surat ulon peuwoe

Hana ajayeb diphon surat, jeunoe sahbat ulon gantoe

Di awai phon lheueh Bismillah, subhanallah lafai ngon pujoe

Meudehpi sah meunoepi mei, nyang teur-afdlai dilee pujoe

 

Keureuna khoteubah bak hikayat ban nyang mangat di ate droe

Dilee ajayeb dudoe subeuhan ,  nyoe kurangan ka sublease

Ladom geukarang deungon awe, nyang le geurante deungon taloe

Di lon lon karang dalam ate, kusawe-sawe bak akai droe

 

Bahkeu lon boeh saboh ca-e, beutapike wahe adoe :

 

Pisang talon masak di teupin

Pisang abin di bineh sungoe

Jakalee geupeh deungon santan

Na nyum na nyum ek tamakeun troe

 

Adak na lom ngon meulisan

Han tatujan pruetteu seungkoe

Mameh meulisan leumak santan

Tapeulawan baranggapeue

 

Meuseuki tapeh taboeh keunan

Jan tamakeuen mangat han soe

 

Meunankeu tamse ureueng keumarang, meung han reumbang mit soe pakoe

Reumbang lagee keunong sanjak, jeuetkeu galak ureueng meurunoe

Lon boeh tamse saboh ca-e, brutalize wahe adoe :

 

Meung na di ate pade tatob

Tasiwa meuh gob bahle rugoe

Bak burunyong timoh di gunong

Hanyot bungong dalam sungoe

 

Akai paneuk bicara bingong

Pat han keunong peugetle adoe

 

Keureuna ulon bicara lipeh, bek takheun ceh keu lon sidroe

Buet mupeu’at tamesare, dudoe page pahla keudroe

Sipeureuti ban ban Hadih Nabi, wahe akhi leungokeu nyoe :

Atdalu ‘alan khairi kafa’ileh, makna silapeh lon kheun jeunoe

 

Tayue ureueng buet keubajikan, sirasa teelan tapubuet keudroe

Nyoe wasiet lon wahe sahbat, beutaingat bek that laloe

Kalimah nyang puntong haraih nyang singkat, beutapeuget wahe adoe

Beutagaseh ngon tasayang, bek jeuet malang akhe dudoe

 

Keureuna sangat that lon hajat, wahe sahbat bek tabri rugoe

Harab teewakai lon keu Tuhan, di likot nyan keu Nabi  geutanyoe

Di likot nyan ka gata teelan,meuseuki aduen meuseuki adoe

Bek binasa harap lon nyoe, page jameun tamumat jaroe

 

Talake du ‘a keu lon beuthat, bakTuhan  Hadlarat Po geutanyoe

Talakee keu lon du’ a belkhoeri, dudoe page keu lon sidroe

Samporna amat seulamat iman, keu lon tameuhon geunap uroe

Bahkeu ohnan di haba nyan,jeunoe laen lon peugah proe

 

Ureueng seumurat hana malem, bek takhem-khem gata barangsoe

Ampon meu ‘ah teungku pangulee, ateueh ulee lon beuot jaroe

Lon peugah pat ureung seumurat, na meung tatupat  gampong nanggroe

Nanggroe Pidie Uleebalang Nam, dalam  Mukim Panglima  Sagoe

 

Nama gampong Bambi Mon Tujoh, sinan teumpat malam uroe

Teuntang rumoh di bineh blang, rab he teelan Meunasah Sagoe

Dudoe nibak nyan teukeudi Tuhan, seutet peuteumuen laen nanggroe

Roh lam Mukim Uleebalang Dua Blaih, Raja Pakeh nyang po nanggroe

 

Nama gampong gaukheun Keulibeuet,  bak tanoh  Ceuet Kapaimeroe(?)

Teuntang rumoh di bineh krueng, Deyah Tutong   Meunasah Sagoe

Ureueng Aceh mubajee jubah,  jingui kupiah meuseunujoe

Nyang han leumah lon peuleumah, jeunoe lon peugah nan beumeusoe

 

Leube Isa nan untong cut, meunan geuseubut le ureueng nanggroe

Dudoe nibak nyan nama  teumpat, geubalek adat nama  nanggroe

Teuma geuhoi Leube Bambi, nan geurasi akhe dudoe

Nyoe wasiet lon wahe teelan, dum sikeulian aduen adoe

 

Proe hai teupangge keu rahmatolah, nyoe lon keubah keu geunantoe

Assalamu’alaikom wahe teelan, jamak tuwan dum disinoe :

Geunantoe lon mat jaroe sahbat, lon icarat bak surat nyoe

Geunantoe tabri ranub sigapu, du’a he po keu lon sidroe

 

Keureuna tan ileumee ngon amai, saleh pakri hai akhe dudoe

Hina lon that wahe sahbat, di akhirat ngon donya nyoe

Hina bak donya wahe teelan, meueh pirak tan bak lon sidroe

Meueh pirak tan breueh pade han, meunan untong di lon sidroe

 

Wali ngon karong di ulon tan, adoe aduen jarak dumsoe

Nang eumbah teutab nibak teumpat, di lon teugeutit jeueb-jeueb nanggroe

Meunan untong neubrile Allah, kupaban bah di lon sidroe

Di gob untonggeu ban tiyong, lam keunurong geunab uroe

 

Di lon untongku ban payong, lam gob tudong padok uroe

Di gob untong ban timon bruek, keunan bak geuduek reuyeue peutoe

Di lon untong ban timong phan, bak jeueb-jeueb blang sinan sinoe

Lon jak keunoe lon jak keudeh, maken peudeh nibak bunoe

 

Allah Allah Ya Tuhanku, kulakee bantu bak gata sidroe

Tagaseh sayang bek alang-alang, wahe Tuhan keu lon sidroe

Di donya kon troih jan page, beumeusampe hambateu nyoe

Di Padang Masya bek tabri lambat, beureujang tahisab ulonteu nyoe

 

Tabri pantaih lon jak bak Titi, bak Hudh Nabi tabri lon peutoe

Tabri teumpat di lon Curuga, karonya gata Poku sidroe

Tabri kupandangteu Ya Rabbi, Dat nyang suci han sibagoe

Suci Dat suci Sifat, Pi-e meuhat meunan cit roe

 

Tabri meuteumeung ngon Nabi Muhammad, pangulee umat lam donya nyoe

Tabri meuteumeung deungon guree, nyang bri eleumei nyankeu kamoe

Tabri meuteumeung ngon Nang eumbah, ureueng peuleumah langet ngon bumoe

Tabri meuteumeung ngon iseutiri, aneuk lagi nyang di kamoe

 

Tabri meuteumeung deungon wareh,dum beuhabeh dum sinaroe

Tapeuampon deesya di lon, nibak meukhuluk dum barangsoe

Deesya di lon sikeulian, nyawong badan gaki jaroe

Tamat

 

 

 

Catatan  : Tamat saya salin dari huruf Latin ejaan Snouck Hurgronye/Belanda ke Ejaan Yang Disempurnakan ; pada malam Selasa, 25 Ramadhan 1430 H bersamaan  tanggal 14 September 2009 pukul 19.39 WIB beberapa saat setelah buka puasa.  Alhamdulillahi Rabbil ‘Alaminnn…!!!.


      Dalam kegiatan transliterasi Hikayat Ranto ini,  saya banyak dibantu ketiga putri-putra saya, yakni Cut Naila Hafni. T. Idham Khalid dan T.Amalul Arifin. Karena naskah yang disalin dari ejaan Belanda ke EYD, maka saya perlu membimbing mereka. 


Salinan/transliterasi ini bersumber buku  “TWO ACHEHNESE POEMS“ ,yang merupakan  kajian dan terjemahan G.W.J. DREWES, terbitan THE HAGUE – MARTINUS NIJHOFF – 1980. Pada kesempatan ini saya mohon izin  kepada penulis dan penerbit atas upaya transliterasi dan posting ke blog saya ini, semata-mata bagi pelestarian hikayat Aceh.


 Dapat saya tambahkan, bahwa dewasa ini tradisi “berhikayat“ di Aceh  dalam keadaan nyaris punah dalam kehidupan masyarakat Aceh sehari-hari!!!. Usaha alih aksara/ejaan Hikayat Ranto ini merupakan naskah ke 31 dari kegiatan transliterasi naskah-naskah sastra Aceh lama yang saya geluti sejak tahun 1992, yang menghasilkan hampir 7000 halaman ( hikayat, nadham dan tambeh) yang sudah berhuruf Latin, namun hanya secuil saja yang telah dapat diterbitkan.


 Semua itu saya lakukan dalam rangka  : cari-cari kegiatan atau hana buet mita buet/”upaya pelarian”  dari keadaan diri saya yang cedera akibat tabrakan mobil/colt barang tivi di Yogyakarta , yang ( hari ini) tepat  25 tahun lalu. ( T.A. Sakti ).


*Tambeh: Pekan Kebudayaan Aceh (PKA – 8)  berlangsung di Banda Aceh  mulai:  4 November s/d 12 November 2023 dengan semboyan “Rempahkan Bumi, Pulihkan Dunia”.


Bale Tambeh: Jeumeu’at, 26 Adoe Molod  1445 TH atawa  26 Rabiul Akhir  1445 H bersandingan  10 November 2023 M, jam 06.47 wib.


(T.A. Sakti)

banjer