Fakta Menarik "Eh Leuho" Budaya Tidur Siang di Sabang,
Aceh
Budaya tidur siang di Sabang sudah menjadi pembahasan menarik
bagi para turis yang mengunjungi Kota Sabang, Provinsi Aceh. Kebiasaan toko dan
pelayanan yang tutup pada siang hari ini menjadi keunikan tersendiri dari kota
yang sering di kenal dengan Pulau Weh tersebut.
Di mulai dari jam 12 siang hingga 4 sore, toko kelontong,
swalayan, dan yang lainnya biasanya tutup. Yang buka hanya rumah makan,
bengkel, kedai kopi dan tempat wisata, dengan pelayanan terbatas.
Namun, tahukah kamu, bahwa budaya tidur siang atau “eh leuho” di
Sabang ini merupakan warisan kearifan lokal?
Budaya tidur siang ini pun menimbulkan beragam pandangan dari
setiap turis yang datang. Sebagian orang ada pula yang berpandangan buruk
dengan kebiasaan ini, terutama bagi pengunjung yang sama sekali belum
mengetahui budaya tidur siang di Sabang karena terkejut, merasa tidak nyaman,
dan kesulitan mendapatkan kebutuhan dan layanan pada siang hari.
Pengunjung dari luar juga beranggapan bahwa kebiasaan tersebut
dapat mengganggu waktu belajar bagi siswa dan mahasiswa, juga mengurangi
produktivitas karena tidak sesuai dengan norma kerja secara umum di tempat
lainnya dan dapat menyebabkan malas. Persepsi seperti ini secara tidak langsung
juga ikut mempengaruhi pandangan mereka terhadap masyarakat Sabang secara
keseluruhan.
Sejarah “Eh Leuho”
Budaya tidur siang ini ternyata adalah sebuah kebiasaan dari
aktivitas masyarakat Sabang puluhan tahun yang lalu, yang masih banyak
diterapkan hingga saat ini. Budaya ini berawal dari tahun 1965, ketika Sabang
masih beroperasi sebagai pelabuhan bebas Indonesia.
Pada masa-masa ini, masyarakat harus bongkar muat barang di
malam hari dari kapal yang masuk. Hal ini di sebabkan oleh jadwal kapal-kapal
yang menyeberang ke Banda Aceh pada pagi harinya.
Masyarakat Sabang sendiri beraktivitas pada pagi harinya, dan
memilih tidur atau beristirahat di siang hari untuk mempersiapkan diri
beraktivitas kembali di malam harinya. Aktivitas ini pun akhirnya masih menjadi
kebiasaan yang sukar ditinggalkan oleh masyarakat Sabang hingga sekarang.
Karena kebiasaan ini berulang untuk waktu yang lama, menjadi
kebiasaan yang di ajarkan turun temurun, yang mana telah melekat dan menjadi
tradisi.
Budaya Serupa dari Spanyol
Selain di Sabang, ternyata ada tempat lain yang juga menganut
budaya tidur siang, yakni di Spanyol. Negara yang terkenal dengan prestasi
olahraga bola sepak ini ternyata juga memiliki sejarah yang tak kalah menarik
di balik budaya tidur siang mereka, yakni "siesta".
Dikutip dari lister, siesta didasari dari kebiasaan aktivitas
para petani di Spanyol yang menggunakan waktu siang sebagai waktu istirahat
untuk menghindari waktu terpanas pada hari tersebut. Di tambah, seusai perang
saudara, warga Spanyol biasanya memiliki dua pekerjaan demi memenuhi kebutuhan
keluarga mereka.
Maka waktu luang antara peralihan pekerjaan tersebut mereka
gunakan untuk mengisi kembali energi mereka agar dapat maksimal di pekerjaan
keduanya juga.
Waktu melakukan siesta warga Spanyol adalah antara jam 2 siang
hingga jam 5 sore. Selain dari alasan di atas, budaya tersebut juga dilakukan
karena alasan jam buka toko disana.
Di ketahui bahwa di Spanyol di berlakukan undang-undang waktu
perdagangan sebanyak 72 jam per minggunya, dan 8 hari minggu per tahun.
Kebijakan ini membuat toko-toko disana tutup pada waktu siang, dimana warga
Spanyol bersembunyi dari panasnya hari.
Namun, seiring dengan tekanan padatnya pekerjaan di zaman yang
kian berkembang, menjadikan budaya siesta ini kian di tinggalkan. Kini,
sebagian besar warga Spanyol bahkan tidak pernah tidur siang. Akhir pekan
adalah satu-satunya kesempatan mereka untuk dapat melakukan siesta seusai makan
siang. Siesta hanya dilakukan oleh kalangan usia lanjut dan berlaku lebih
efisien ketika musim panas tiba.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar