Tarian ini terdapat di Kabupaten Aceh Tamiang. Disebut tari Inai karena tarian ini diadakan pada malam berinai, menjelang akad nikah. Tari ini masih digemari oleh masyarakat setempat, dan diperkirakan tari ini sudah ada jauh sebelum Kemerdekaan Republik Indonesia. Tata susunan tari dan tata gerak tarian ini sangat sederhana dimulai dengan salam sembah dengan cara penari duduk bersimbuh dan dengan gerak yang tertib member salam kepada penonton.
Selanjutnya dengan dengan gerak tari yakni gerak yang memperlihatkan kecekatan, penari dengan cara setengah berdiri/berjongkok membuat gerakan berpindah-pindah tempat, kedepan, kebelakang dan melingkar. Selain dengan cara berjongkok, juga merebahkan diri dan berguling-guling. Penari dilengkapi juga dengan membawa dua bawah piring ceper.
Didalam piring
tersebut terdapat Inai yakni ramuan dedaunan, yang nantinya Inai ini diberikan
kepada calon pengantin untuk dibubuhi Inai. Penari memperlihatkan kecekatannya
dan kemahirannya membawa piring tersebut, yang walaupun berguling- guling,
namun piring tetap berada dalam keseimbangan.
Jadi gerak tarian ini selain memperlihatkan keterampilan yang mantap juga terlihat gerak indah dan gerak silat. Penari tarian ini hanya seorang saja, laki-laki usia dewasa. Tarian ini dapat diiringi dengan musik pengiring Rebana dan Gong, akan tetapi lebih sering tanpa iringan musik. Sebagai rithme, penari mengetik-ngetikan cincin yang ada pada ujung jari tangannya, pada piring tempat Inai tadi. Apabila seorang penari merasa lelah, si penari berhenti dengan cara member salam hormat dan digantikan oleh penari lainnya yang sudah dipersiapkan, dan tarian berlangsung sampai larut malam. Tari diadakan di depan pelaminan, sehingga sekaligus pelaminan berfungsi sebagai dekor.
Pakaian penari terdiri dari baju dan celana teluk belanga, kain
samping yakni kain penutup pinggul dan Tengkulok.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar