Home

Selasa, 27 Agustus 2024

sejarah singkat pelintau tamiang

 


Nama PELINTAU TAMIANG di ambil dari bahasa Tamiang asli yaitu; PELIN berarti semua, sedangkan TAU berarti tau atau mengerti. Jadi, PELINTAU memiliki makna atau arti SEMUA TAU, baik fisik maupun spiritual. Pencaksilat seni Pelintau Tamiang di kukuhkan pada 3 September 1953 yang di Pimpin oleh seorang guru yang bernama OK SAID bin UNUS.

 

Dalam gejolak pemerintahan kerajaan Tamiang yang sangat mempratinkan dimana terlalu banyak serangan musuh dari luar dan dalam daerah timbul lah rasa keperihatinan seorang pemuda asli Tamiang yang bernama OK SAID bin UNUS yang lahir pada tahun 1912 untuk mempertahankan Tamiang dari gangguan dalam maupun luar Tamiang.

 

Pada saat OK SAID bin UNUS berumur 15 tahun beliau meninggalkan kampung halamanya untuk mencari ilmu kesaktian. Beliau melakukan pertapaan di gunung Titi tali akar di daerah Hulu Tamiang, kemudian beliau melanjutkan perjalanan nya ke Samosir. Di dalam perjalanan nya beliau terus menuntut Ilmu dari beberapa orang guru, dari situlah beliau mempelajari ilmu Pencaksilat dari satu guru ke guru yang lain  hingga ia sampai ke Samosir. Sesampai beliau ke Samosir beliau melakukan pertapaan kembali di makam Nun begu.

 

Setelah itu beliau melanjutkan perjalanan nya hingga sampai ke Kisaran, di sana beliau berguru kembali keada Tuan Syeh Silo, setelah selesai berguru dengan Tuan Syeh Silo beliau kembali lagi ke kampung halaman nya yaitu pulang lagi ke Tamiang.Sesampainya beliau di Tamiang beliau berguru kembali kepada Tengku Lotan, setelah berguru dari Tengku Lotan beliau mulai menggembangkan ilmu nya dengan membuka gelanggang Pencak silat di beberapa daerah di wilayah Tamiang,  dengan berkat kegigihan nya beliau mengajarkan ilmu bela diri pencak silat, beliau banyak melahirkan murid-murid yang tangguh yaitu di antaranya :

1.     Alm Muhammad Nyak timbang

2.     Alm  Abdul Hamid

3.     Alm Abdul Rahman

4.     Alm Abdul Halim

5.     Alm Abdul Siddik

6.     Alm Yahya

7.     Alm Lebay Yusuf

8.     Alm Hasyim

9.     Alm Muda Kaum

Pada saat itu Pencak Silat Pelintau Tamiang pernah mengadakan pertunjukan Pencaksilat di depan presiden R.I yang pertama Bapak SUKARNOE di Kutaraja Banda Aceh.

Setelah beliau wafat pada tahun 1970 maka Pencak silat Pelintau Tamiang di ambil alih oleh seorang murid beliau yang bernama MUHAMMAD  NYAK TIMBANG, dialah yang meneruskan perguruan Pencak silat Pelintau Tamiang.

Pada masa kepemimpinan Nyak Timbang perguruan pencak silat pelintau Tamiang ini pernah mengikuti:

1.    Festival Pencak silat di Malaysia pada tahun 1976.

2.    Festival Pencak silat di Danau Singkarak (Sumatra Barat) pada Tahun 1988.

3.    Festival Pencak Silat di Mesjid Istiqlal (Jakarta) pada Tahun 1991.

Kemudian setelah Nyak Timbang wafat pada tahun 1996 , maka kepemimpinan  Perguruan Pencak Silat Pelintau Tamiang di pimpin oleh Pak  NOKMAN hingga saat sekarang ini.

Semasa kepemimpinan Pak Nukman bin Karim, Pencaksilat Pelintau Tamiang pernah menyambut pejabat negara , dan sering membawa anggota nya keluar daerah dan keluar provinsi Aceh untuk ;

1.    Menyambut Mentri dalam negeri

2.    Menyambut Mentri Sosial

3.    Menyambut Mentri Olah Raga

4.    Menyambut Mentri Pendidikan

5.    Menyambut Mentri Kesehatan

6.    Menyambut KASAT

7.    Menyambut pengantin (acara resepsi penikahan)

 Silat Pelintau juga selalu keluar daerah yaitu ;

Ø Banda Aceh

Ø Sabang

Ø Lhokseumawe

Ø Padang

Ø Medan

Ø Siak Pekan Baru

Ø Palembang

Ø Taman Ismail Marjuki (Jakarta )

Ø Mesjid istiqlal ( Jakarta )

Ø Keraton ( Djokjakarta )

Ø T.M.I Anjungan Rumah Adat  Aceh (Jakarta )

Ø Depok ( Jakarta )

Ø Cilegon ( Banten )

         Perguruan seni silat Pelintau Tamiang menguasai beberapa permainan, yaitu mulai dengan tanggan kosong, bermain tongkat atau toya hingga mengunakan senjata tajam.

 

         Adapun permainan Pencaksilat Pelintau Tamiang sampai saat sekarang ini adalah :

·      Pembukaan Song-song

·      Pembukaan Bulat

·      Bermain Rencah Tebang batang pisang

·      Bermain jurus Tunggal

·      Bermain Tangan kosong

·      Bermain pisau satu

·      Bermain pisau dua

·      Bermain toya atau Tongkat

·      Bermain pedang Laga

·      Bermain 1 lawan 3 atau 1 lawan 4

          Dan Pencaksilat Pelintau Tamiang juga dapat mempersembah kan sebuah tarian yaitu tari piring yang biasa nya di lakukan oleh pemain putri yang berjumlah 4 sampai 8 orang untuk di tarikan pada saat malam berinai dengan properti cicin yang terbuat dari timah serta 2 buah piring kecil per orang.

 

Adapun di setiap penampilan nya Pencaksilat Pelintau Tamiang mengunakan seragam yang terdiri dari :

Ø Memakai baju dan celana berwarna  hitam untuk Putra maupun  Putri

Ø Memakai tengkuluk berwarna biru ke hijau-hijauan bagi pemain silat Putra, serta memakai jilbab berwarna biru bagi pemain Putri

Ø Memakai selempang berwarna merah bagi pemain Putra maupun Putri

Ø Serta memakai samping  kuning  Putra maupun Putri.

Sedangkan untuk alat musik pengiring silat terdiri dari ;

·      Gendang

·      Biola

·      Gong


Rabu, 10 Juli 2024

Ayat Manzil

 

Manzil ini mengandungi beberapa ayat al-Quran yang telah diajar oleh Rasulullah SAW kepada para sahaba r. anhum sebagai penawar dan ubat (syifa) daripada beberapa jenis penyakit rohani dan jasmani serta sebagai pelindung daripada sihir.

Fadhilat mengamalkan ayat manzil adalah banyak. 

Melalui pengalaman kebanyakkan orang, manzil ini sangat mujarab untuk menyembuhkan penyakit sihir, jin dan lain-lain.

Cara mengubati pesakit ini adalah sama ada pesakit itu sendiri membaca ayat-ayat tersebut ataupun orang lain membacakannya dan dihembus ke dalam air untuk diminum pesakit.

Bacaan Ayat Manzil

1.      Membaca al-Fatihah

2.      Surah al-Baqarah ayat 1 — 5

3.      Surah al-Baqarah ayat 163

4.      Surah al-Baqarah ayat 255 (Ayatul Kursi)

5.      Surah al-Baqarah ayat 256

6.      Surah al-Baqarah ayat 257

7.      Surah al-Baqarah ayat 284

8.      Surah al-Baqarah ayat 285

9.      Surah al-Baqarah ayat 286

10.  Surah al-Imraan ayat 18

11.  Surah al-Imraan ayat 26

12.  Surah al-Imraan ayat 27

13.  Surah al-A’raf ayat 54 — 56

14.  Surah al-Isra’ ayat 110 — 111

15.  Surah al-Mukminun ayat 115 — 118

16.  Surah al-Shaffat ayat 1 — 11

17.  Surah ar-Rahman ayat 33 — 40

18.  Surah al-Hasyr 21 — 24

19.  Surah Jinn 1 — 4

20.  Surah al-Kafirun

21.  Surah al-Ikhlas

22.  Surah al-Falaq

23.  Surah an-Nas

Ayat 4 selempang merah ( ilmu perang )

 


1. Doa/istigfar nabi Yunos a.s dalam perut ikan Nun ” Lailaha ila anta subhanaka….- 33x

2. Amalan saidina Ali r.a ” Wallahu gholibun ‘ala amri” -33x

3. Amalan Asif Barkhiya ” Ya hayyun Ya Qoyyum……-33x

4. Amalan Imam Ghazali ” Ya zaljalali wal ikram” – 100x

tujuan amalan nih ialah utk menaikan semangat dan mendekatkan diri kepada Allah.

Selain tu utk minta diselamatkan dlm peperangan.

Kelebihan ayat 4 nih bila musuh serang pakai senjata jadi tak kena. Terpesong ke samping.
Kuat semangat, tahan lapar dan x mudah letih

Abi Nyak Jali jadi Buronan Marsose Belanda

Oleh:  T.A. Sakti



SETELAH   dilantik menjadi Sultan Aceh di Masjid  Besar (sekarang: Masjid Tuha) Indrapuri tahun 1878, Sultan Muhammad Daud Syah terus bergerilya bertahun-tahun dalam kawasan Aceh Besar.  Kemudian beliau pindah ke negeri Pidie dan membuat  Istana (Dalam)  permanen di Keumala Dalam, Pidie.  Selama dua puluh tahun sultan  ini  memerintah  di Keumala Dalam.

Disebut Keumala Dalam, karena di sana pernah dibangun  DALAM (Istana Kerajaan Aceh Darussalam, BUKAN Keumala di pedalaman!).


Berbagai jenis bantuan dikoordinir serta dikirim dari Keumala Dalam ke front pertempuran di Aceh Besar. Siang-malam terdengar derap langkah kuda di sepanjang Gle Meulinteung ( bukit barisan)  mengangkut perlengkapan perang dan logistik/bahan makanan.


 Perang terhadap Belanda saat itu dipimpin Teungku (Tgk)  Chiek Di Tiro yang bertahan di Kuta Aneuk Galong (Benteng Aneuk Galong) sampai beliau meninggal karena diracuni seorang perempuan intel  Belanda. Setelah  Belanda yang berposko di Lam Baro, Aceh Besar  menyerbu Kuta Aneuk Galong  pada jam 03.00 dinihari  tahun 1896, maka   syahid   pula Tgk  Chiek Muhammad Amin putra Tgk Chiek Di Tiro. 


Sejak syahidnya Tgk Chiek Di Tiro dan putra beliau,  kondisi perang sudah menjurus ke perang gerilya.  Belanda terpaksa menaklukkan perlawanan rakyat Aceh dari satu kampung ke kampung lainnya di seluruh Aceh.


  Panglima Kuta Sukon

 Ketika tersebar berita bahwa serdadu Belanda  sudah   melintasi gunung Seulawah menuju  Pidie, banyak penduduk –terutama kaum perempuan dan anak- anak mengungsi ke Gle Meulinteung (bukit  barisan) arah ke Tangse. Keluarga nenek saya juga bergegas ke sana disertai dua anak kecil.  Ayah dari kedua anak perempuan itu  adalah Panglima Kuta Sukon dekat kota Sigli, bernama Tgk Ahmad Titeue.


Sampai hari ini masih diceritakan kisah pengungsian warga gampong Bucue ke Gle Meulinteung.  Mereka menginap di kaki gunung dengan menyandarkan kayu dan daun-daunan ke atas bukit. Di bawah gubuk itulah mereka tinggal siang dan malam. Seorang anak perempuan yang sulung  selalu menangis minta pulang ke rumah.  “Hana kutakot kaphe paleh” ( saya tak takut kafir Belanda celaka), selalu diulang-ulangnya sambil menangis. Kedua anak perempuan itu bernama Nyak Ubit dan Hamidah. Setelah sekian lama di pengungsian, mereka pun kembali ke kampung halaman.


Waktu terus berlalu dan perang melawan Belanda pun terus berlanjut di Pidie. Sementara itu isteri Panglima Kuta Sukon, Tgk Ahmad Titeue  melahirkan seorang anak laki-laki yang diberi nama Affan.

Ketika Affan masih dalam gendongan ibu (Aceh: mantong lam tingkue) karena belum bisa “tateh” berjalan, Tgk Ahmad Titeue   ditangkap Belanda dan dibuang ke Beutawi ( sekarang: Jakarta) dan tak pernah kembali.


Saat itu benteng/ Kuta Sukon  telah ditawan Marsose Belanda (pasukan khusus Belanda). Para pejuang  Aceh yang selamat melanjutkan perang gerilya. Di suatu sore yang naas Tgk Ahmad Titeue  dikepung  pasukan   Belanda. Beliau keluar dari gampong Bucue, lewat persawahan menuju gampong Beutong Peureulak.


 Rupanya di kampung yang dituju sudah siap menunggu sepasukan Marsose dengan kelewang terhunus. Akhirnya, Tgk Ahmad Titeue ditawan Belanda selang beberapa petak sawah dari gampong Beutong Peureulak. Sewaktu saya kecil, ada sebatang pohon kapuk (Aceh: bak panjoe) yang tumbuh lama di titik penangkapan  sang panglima itu. Setelah lewat lima tahun dari inteniran/pembuangan itu, kakek  (Abusyik) saya pun melamar “janda” Tgk. Ahmad Titeue,  yang bernama Tgk Nyak Gade.


Dampak Perang di Bucue

Kondisi  amat mencekam melanda seluruh negeri Pidie pada  saat  masuknya  pasukan Belanda. 

Kehidupan di kampung  pun jauh dari rasa aman. Tidak semua tanah persawahan dibajak orang lagi, sebab tidak semua orang lelaki mau mengambil  “surat tanda menyerah” kepada Belanda.  Sawah-sawah yang dianggap kurang banyak hasil dan letaknya dikelilingi hutan ditinggalkan warga Bucue tanpa merasa rugi. 


 Begitulah yang terjadi pada persawahan di blang Klok Kulu di gampong Bucue. Menurut cerita, sempat  banyak tumbuh bak barat daya (pohon barat daya) sebesar uram pha (paha orang dewasa)  dan diselimuti bermacam tanaman semak dan urot  yang merambat ke seluruh area.


Dalam masa perang melawan Belanda, terutama masa perang gerilya, rumah-rumah di Aceh termasuk di gampong Bucue tidak terpasang dinding lagi. Semuanya telah dicopot atau ditarik dengan galah oleh pasukan Marsose Belanda.  Rumah yang mempunyai dinding, ditakuti  menjadi  pos  berkumpul  Ureueng Muslimin Aceh. Setiap kali patroli pasukan Belanda ke kampung-kampung, pasti dinding rumah dulu yang jadi sasaran mereka.



Rumah yang ditempati Tgk. Ibrahim ( orang  yang lolos dari sergapan Belanda di benteng rumpun bambu, Lampoh rot Timu),  juga tak  punya  dinding, hanya polos terbuka. Ketika Tgk Ibrahim menjadi Lintobaro (pengantin baru) di rumah itu, mertuanya hanya memasang dinding kamar pengantin dengan sangkutan jaitan daun rumbia yang sering dipakai warga buat atap rumah.


Dalam kamar  rajutan daun rumbia  itulah beliau tingggal di saat-saat aman dari kejaran Belanda, sampai ia mempunyai seorang anak lelaki yang bernama Abdul Jalil. Sebab itulah, ia sering digelari Abi Nyak Jali, artinya ayah dari seorang anak yang berinisial Jali. Tgk Ibrahim tak sempat hidup lama bersama anak laki-laki semata wayang itu. 


 Sejak terhindar dari dibakar hidup-hidup oleh Marsose Belanda di persembunyian rumpun bambu,  beliau terus menjadi buronan pasukan Belanda  sepanjang waktu. Ia selalu berpindah-pindah tempat , mencari lokasi yang aman. Pada suatu hari pasukan Belanda mengepung tempat “tinggalnya” di lampoh Kuta Trieng (kebun benteng bambu). Ia bersama sejumlah gerilyawan dan seorang adiknya bernama Tgk. Hasan.


Dalam kondisi saling tembak menembak itu, beberapa teman Tgk Ibrahim sudah jadi korban syahid alias meninggal. Abi Nyak Jali yang terpisah jauh dari teman-temannya, mengira adiknya Tgk Hasan juga sudah tertembak.


Menyikapi hal yang sebenarnya keliru itu,  Abi Nyak Jali langsung menggasak ke arah pasukan Belanda tanpa mengira keselamatan dirinya. Akhirnya, ia rebah tertembak,  sementara adiknya Tgk Hasan ditawan Belanda, lalu dibuang ke Beutawi/Jakarta. 


Ketika masa hukumannya sudah habis, ia  balik  ke gampong Bucue dengan membawa pulang oleh-oleh  berupa biji  pohon  Asan teungeut (Angsana tidur). Pohon  Asan teungeut (tiap sore daunnya lunglai)  tumbuh besar dan tinggi puluhan tahun lamanya,  hingga tumbang sekitar tahun 1990-an.


Sebelum tumbang, jasa naungan daunnya jadi tempat istirahat orang-orang  pulang dari sawah, tempat mengirik padi yang sudah dipanen (ceumeulho) dan tempat berteduh anak-anak yang menunggui  jemuran padi(keumiet pade).  Setelah tumbang serta kering, batangnya dikampak   kaum ibu untuk dijadikan kayu api buat memasak.  Bertahun pula kaum ibu Bucue  membelahnya dengan kampak (Aceh: galang), sebagai rahmat Allah dari pejuang Aceh. Menurut informasi terakhir, mertua saya Tgk Nyak Hajjah Rohani yang paling banyak menggalangnya.



*Penulis, peminat sejarah dan  kitab jameun (manuskrip  Aceh), melaporkan dari Gampong Bucue, Kecamatan Sakti, Pidie.



*Tambeh: Artikel ini pernah dimuat dalam rubrik  “Jurnalisme Warga” Harian Serambi Indonesia; menjelang tanggal 17 Agustus 2023 tahun lalu).

GERAKAN SILAT PELINTAU TAMIANG

Macam macam Bentuk Jurus Pelintau

Jurus dalam pencak silat adalah rangkaian gerakan dasar atau teknik yang dilakukan secara perseorangan atau berpasangan yang dilakukan sebagai panduan untuk menguasai penggunaan teknik lanjutan dalam pencak silat.

1. jurus salam pembuka

melakukan salam dalam pencak silat merupakan perwujudan sikap PENGHORMATAN kepada para penonton,lawan,dan biasanya juga penghormatan kepada juri ataupun pelatih

2. Jurus sempok bawah




Kedua kaki dilipat silang, sedangkan tangan terbuka dalam posisi siap di depan dada, pandangan rileks ke depan.

3. jurus sempok putar

penyilangan kaki dengan di awali dari sikap pasang kemudian memutarkan badan yang di ikuti gerak lipatan kaki

4. jurus patah siku luar dan dalam




jurus ini pada dasar nya ialah bentuk pertahanan yang di awali dari gerak tangkap putar dan patah

5. jurus buang dalam

jurus ini merupakan bentuk sambutan atau elakan guna untuk hindaran dan balasan

6. jurus cakar rimau mengintai


jurus ini biasa nya di pakai dalam bentuk serangan dekat dengan langkah pendek atau main bawah.

7. jurus ancang




bentuk gerakan ini berfokus pada gerak serang patahan bawah yang pada dasar nya untuk pelumpuhan sendi sendi pada bagian bawah

8. Jurus kekho(kera)


jurus ini biasanya di mainkan pada bentuk gerak serang dengan metode kecepatan dan kelincaha dalam titik serang pada daerah daerah vital organ tubuh

9. jurus patah lengan

jurus ini merupakan bentuk serangan daerah atas lawan atau men tinggi yang berpusat pada bentuk kuncian yang mengakibatkan patahan

10. tipak atas


salah satu jurus dengan tumpun pada gerakan kaki lurus atau pun putaran yang menyasar pada posisi atas lawan

11. jurus tipak bawah

salah satu jurus dengan tumpun pada gerakan kaki lurus atau pun putaran yang menyasar pada posisi bawah

12 jurus kuntaw

jurus yang mengandalkan ujung tukah jari yang mampu mengubah kekuatan tangan menjadi tusukan yang biasanya di lakukan secara beruntun di satu titik sentral  yang menjadi tujuan pukulan

13. jurus sapu angin

jurus ini di mainkan secara capat dan tak bersuara

14. jurus hentak siku



15. jurus tipak mukak

16. jurus tipak belakang

17. jurus pikol

18. jurus elang lekak


19. jurus patah lutut

20 jurus tipak samping


21. jurus pukul bumi





















Rabu, 01 Mei 2024

Syekh Batu Mandi

 



Dulu ada seseorang yang belajar selama 40 tahuun namun ia merasa ilmu yang diajarkan sangat susah untuk di dapat, hinga ia merasa menyerah, hingga pada suatu hari ia berhenti di sebuah gua ia melihat air menetesi batu besar hingga batu besar itu berlubang….

Ia adalah seorang pengembang ajaran islam yang hidup pada masa 750 H pada masa itu agama sislam berada pada masa puncak nya

Jumat, 26 April 2024

RUMAH ADAT TAMIANG


 


Rumah Adat Etnik Tamiang di Aceh hampir sama dengan rumah tradisional masyarakat melayu. Rumah adat Aceh Tamiang berbentuk panggung bertiang empat segi, banyak tiang rumah induk 9 atau 12 tiang. Berhubungan panjang agak sedikit melengkung ke tengah,  dan bubungan dapur agak terpisah, sedikit lebih rendah dari rumah induk.

 

Tinggi Rumah induk Sekerujoung (sepanjang jangkauan orang dewasa. Atau bertangga tujuh. Manju(teras), serambi muka dapur tingginya separas, lebih rendah 30 cm dari dari rumah induk.  Biasanya rumah di usahakan menghadap kearah barat. Jika rumah berada di pinggir sungai maka rumah menghadap kearah sungai karena ada pamali (tabu) bagi perkauman Tamiang kalau rumahnya melintang sungai.

 

Seperti Rumah adat lainnya Rumah adat Tamiang juga memiliki kekhasan  dalam bentuk ukiran (relief). Pemberian relief ataupun lukisan hanya dibuat pada pe miping (penahan angin) dan papan yang membatasai tinggi antara serambi dengan rumah induk.

 

Jenis ukiran yang di jumpai pada rumah adat Tamiang adalah berbentuk daun-daun kayu, bunga ataupun sejenis akar-akaran yang merambat. Jenis lainnya berupa ukiran simetris yang saling sambung dinamakan "awan berarak"

 

Salah satu kemiripan dengan rumah adat Aceh di rumah adat Tamiang juga memiliki lesung kaki maupun lesung tangan yang terdapat di bawah rumah. Lesung ini di gunakan sebagai alat untuk para dara menumbuk padi. Sedangkan kandang ternak di letakkan jauh di belakang rumah. Seiring perkembangan zaman model rumah Tamiang ini nyaris hilang, akibat dari terjadinya globalisasi. Masuknya budaya luar menyebabkan banyak perubahan dalam bentuk rumah masyarakat Aceh Tamiang. 

terjadinya globalisasi. Masuknya budaya luar menyebabkan banyak perubahan dalam bentuk rumah masyarakat Aceh Tamiang. 

TUMBOK LADE ( aceh tamiang )

 


Tumbuk Lada adalah senjata tradisional Aceh Tamiang, sebuah kabupaten di Aceh yang memiliki kekayaan tradisi dan sejarah. Tumbuk lada bukanlah hanya sekadar senjata, namun juga merupakan warisan budaya dan kebanggaan masyarakat Aceh. Keunikan senjata ini ada dalam desain dan juga kegunaannya, juga menjadi simbol keberanian dan kekuatan untuk melindungi dan mempertahankan daerah asalnya.

Tumbuk Lada dalam bahasa Aceh disebut dengan “Ruyung”. Tetapi masyarakat Aceh lebih familiar dengan sebutan Tumbuk Lada karena senjata ini khusus digunakan dalam pertarungan tradisional yang sering terjadi di masa lalu.

 

pakaian yang digunakan raja sejak berdirinya Kerajaan Tamiang pada abad ke-14 pada masa kepemimpinan Raja Muda Sedia.

Kelengkapan aksesoris Teluk Belanga Tamiang ini terdiri atas tujuh, yakni tengkulok, kelat bahu, pending, salempong, selop kerucut, serati, dan tumbok lade.



tumbok lade memiliki pucuk pisau yang tumpul ( bentuk ekor limbat )

gagang dan sarung terbuat dari tanduk kerbau


Senin, 04 Maret 2024

Aceh ( Meurah Perlak )




Di share dari catatan Fikar w eda.

Kisah kedatangan rombongan pedagang dari Persia di Blang Seupeung, pusat kerajaan Jeumpa yang saat itu masih menganut agama Hindu Purba.
Meurah Perlak
Salah seorang rombongan adalah putra kerajaan Persia yang ditaklukkan pada masa Khalifatuh Rasyidin, bernama Maharaj Syahriar Salman,keturunan Dinasti Sassanid yang pernah berjaya pada tahun 224-651 M. Syahriar menikah dengan putri istana Jeumpa bernama Mayang Seludang. Karena perkawinan ini Syahriar Salman memilih menetap di Perlak (sekarang Peurelak) salah satu kawasan kerajaan dibawah pimpinan Meurah Perlak
Meurah Perlak yang tidak mempunyai anak, menganggap pasangan ini sebagai “anak”. Ketika meninggal, menyerahkan kerajaan kepada Maharaj Syahriar Salman sebagai anak.
Dari perkawinan tersebut, mereka mendapatkan empat orang putra dan seorang putri. Mereka adalah Syahir Nuwi, Syahir Dauli, Syahir Pauli dan Syahir Tanwi dan seorang putri bernama Tansyir Dewi. Keempat putra tersebut kemudian menjadi raja pada wilayah yang berbeda di Aceh.
Syahir Nuwi menjadi raja di Perlak menggantikan ayahnya (bergelar Meurah Syahir Nuwi), Syahir Dauli menjadi Meurah di negeri Indra Purba (sekarang Aceh Besar). Syahir Pauli menjadi Meurah di negeri Samaindera (sekrang Pidie) dan Syahir Tanwi menjadi Meurah Jeumpa menggantikan kakeknya (kelak mereka dikenal dengan “Kaom Imuem Tuha Peut"-Penguasa yang empat).
Dengan demikian, kawasan sepanjang Selat Malaka di kuasai oleh keturunan Maharaj Syahriar Salman, keturunan sassanid Persia dan Dinasti Jeumpa (sekarang Bireuen).
Sementara Tansyir Dewi menikah dengan Sayid Maulana Ali Al-Muktabar, anggota rombongan pendakwah yang tiba di Perlak (tahun 173H/800M). Dari perkawinan itu menghadirkan seorang putra bernama Sayid Maulana Abdul Aziz-Syah, yang setelah dewasa bergelar Sultan Alaidin Sayid Maulana Abdul Aziz Syah, Sultan pertama kerajaan Islam perlak (bertepatan satu Muharram 225 H).
Sayyid Maulana Ali Al-Muktabar, merupakan putra dari Sayid Muhammad Diba’i anak Imam Jakfar Asshadiq (Imam syiah ke-6) anak dari Imam Muhammad Al Baqir (imam syiah ke-5) anak dari Sayyidina Ali Muhammad Zainal Abidin, satu-satunya putra Sayyidina Husen (cucu Rasullullah SAW) yang merupakan putra dari Sayyidina Ali bin Abu Thalib yang menikah dengan putri Rasullullah, Siti Fatimah.
emua tanggapa

Rabu, 03 Januari 2024

CERITA GUA KEMANG ( ATOK KULOK )


Alkisah, hiduplah seorang peladang di kampung tersebut. Dia biasa dipanggil Atok (kakek) Kulok. Sebagai seorang peladang, Atok mau membuka hutan yang masih berada tidak jauh dari kawasan perkampungan untuk dijadikan lahan bercocok tanam.

Dalam perjalanan menuju lokasi tersebut, Atok bertemu dengan sesosok mahkluk bertubuh kecil dengan kakinya terbalik. Tumitnya menghadap ke depan dan jari kakinya ke belakang. Orang-orang menyebutnya Long Jernang.

“Mau kemana?” Long Jernang bertanya pada Atok. Atok menjelaskan bahwa dia mau membuka hutan untuk berladang padi. Long Jernang pun menawarkan bantuan kepada Atok, dengan syarat Atok tidak boleh membawa perempuan dan anak kecil ke ladangnya. Atok menyanggupinya, walaupun dia sendiri punya seorang istri yang baru saja melahirkan.

Akhir kata, Long Jernang dan kawan-kawannya membantu Atok membuka hutan. Dalam satu hari, lahan seluas tiga hektar selesai dibersihkan dan siap untuk ditanam. Sebelum senja, Atok kembali ke rumahnya. Di rumah, dia mengatakan kepada istrinya, bahwa lahan untuk ladang sudah selesai dibuka, dan besok dia akan mulai menanam padi. Dia juga meminta istrinya untuk menyiapkan benih padi yang akan ditanam besok.

Sang istri pun heran, bagaimana bisa lahan seluas tiga hektar dapat diselesaikan suaminya dalam waktu hanya satu hari. Dengan hati bertanya-tanya, dia tetap menyiapkan benih padi yang akan ditanam.

Keesokan harinya, Atok sudah berada kembali di ladangnya dengan membawa benih padi yang akan ditanam. Namun tak disangka, Long Jernang marah padanya karena dia telah mengingkari janji. Atok sama sekali tidak mengerti kenapa Long Jernang bisa menuduhnya seperti itu. Padahal dia tidak pernah membawa perempuan atau anak kecil ke ladangnya. Tiba-tiba saja, istri dan anak Atok sudah berada di belakangnya. Ternyata, istri Atok diam-diam mengikutinya karena rasa penasaran yang tak tertahankan. Perjanjian Atok dengan Long Jernang pun batal. Semuanya berubah menjadi hutan kembali seperti sedia kala. Mendapati itu, Atok marah besar. Namun apa daya, nasi sudah jadi bubur.

Besoknya, Atok kembali membuka hutan tersebut untuk dijadikan ladang padi. Selama berhari-hari akhirnya Atok pun berhasil membersihkannya. Ketika itulah ditemukan batu besar yang disebut Gua Kemang. Hingga saat ini, batu besar tersebut diyakini oleh masyarakat setempat sebagai rumah Long Jernang yang pernah membantu Atok.

 Long Jernang” merupakan bahasa Tamiang yang berarti jin atau roh. Seperti diceritakan  fisik dari Long Jernang seperti manusia, tapi lebih kecil. Bedanya lagi, kalau berjalan, kakinya terbalik, tumitnya menghadap ke depan sedangkan jari-jari kakinya ke arah belakang. “Itu kata orang yang sudah pernah melihatnya. Seperti orang bunian,” 



banjer